Seminar-Pelatihan

  • GENERASI  PETANI DI ERA KE EMPAT
    Oleh : Ir. Rohmad
    Disampaikan pada Seminar Fakultas, 23 Agustus 2008)
  • Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia pertanian kita dari waktu ke waktu tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Ini dipengaruhi oleh pola diregulasi kebijakan pemerintah yang cenderung menduakan sektor ini, di mana kebijakan-kebijakan yang ditetapkan sering kali tumpang tindih sehingga sangat menyulitkan dalam mengimplementasikan di lapangan yang akhirnya berakibat pada lambatnya perkembangan sektor ini.
  • Dunia pertanian kita hingga saat ini tidak berkembang dan bahkan cenderung ditinggalkan oleh rakyat. Mandeknya sektor pertanian ini berakar pada terlalu berpihaknya pemerintah terhadap sektor industri sejak pertengahan tahun 1980-an.
  • Pada dekade sebelumnya terjadi peningkatan yang luar biasa pada sektor pertanian. Pemerintah menganggap pembangunan pertanian dapat bergulir atau berjalan dengan sendirinya, asumsi ini membuat pemerintah mengacuhkan pertanian dalam strategi pembangunannya.
  • Sebetulnya hal ini tidak terlepas dari paradigma pembangunan saat itu yang lebih menekankan pada industrialisasi. Pemerintah mencurahkan perhatiannya pada sektor industri, yang kemudian diterjemahkan kedalam berbagai kebijakan proteksi yang sistematis, di mana secara sadar atau tidak proteksi ini telah merapuhkan basis pertanian pada tingkat petani.
  • Selain dari hal tersebut diatas, sebetulnya “fenomena” mengenai kemunduran dunia pertanian kita adalah,
    1. Pertama, petani menganggap sektor pertanian tidak lagi menjadi “primadona” dan tidak menjanjikan. Pendapatan atau penghasilan dari sektor pertanian tidak memadai, dimana harga jual sangat rendah sementara biaya produksi sangat tinggi. Sebetulnya hal ini terjadi karena kelemahan kebijakan pemerintah mulai dari penyediaan pupuk, pembelian gabah dan penerapan harga pembelian pemerintah (HPP), distribusi beras maupun pengelolaan agribisnis. Pada setiap lini baik dari hulu sampai hilar tidak berjalan sistematis sehingga banyak ketimpangan-ketimpangan dalam mengimplemetasikan kebijakan tersebut. Lingkaran inilah yang membuat sektor pertanian tidak menguntungkan secara ekonomi, karena menimbulkan ekonomi biaya tinggi dalam proses produksinya.
    2. Kedua, pemasaran produk (product of marketing) pertanian sangat terbatas, faktor utama dalam pertanian adalah pemasaran, karena saat ini pasar sangat terbatas dalam menerima produk hasil pertanian selain itu juga hanya produk-produk tertentu dari pertanian bisa diserap pasar. Kebanyakan petani kita tidak memahami konsep pemasaran produk, sehingga petani kesulitan dalam memasarkan produk-produk pertanian yang akhirnya membuat harga tidak stabil atau tidak menguntungkan.
    3. Ketiga, lahan pertanian semakin sempit, selama ini banyak lahan pertanian disulap menjadi lahan industri dan lahan perumahan (realestate). Hal ini disebabkan karena banyak petani yang menjual lahan pertaniannya karena menganggap pertanian sudah tidak lagi bisa menjadi “sandaran” hidup atau tidak lagi menjanjikan. Sehingga petani tergiur keuntungan sesaat tanpa mempertimbangkan dampak yang terjadi setelah penjualan tanah tersebut.
    4. Keempat, kurangnya “penelitian” (research) yang dilakukan terhadap pertanian maupun produk pertanian, baik oleh pemerintah maupun institusi-institusi terkait seperti lembaga-lembaga pendidikan tinggi sehingga pertanian berjalan monoton dan produk pertanian tidak bervariasi. Ini merupakan problematika mendasar dari pola kebijakan pemerintah terhadap dunia pertanian, dimana tidak adanya kebijakan pemerintah yang merangsang berkembangnya institusi atau lembaga-lembaga penelitian pertanian.
    5. Kelima, kurangnya dukungan “finansial” bagi dunia pertanian, selama ini bank sebagai pemegang otoritas keuangan baik bank pemerintah maupun swasta kurang sekali dalam mengucurkan kredit bagi usaha-usaha pertanian sehingga pertanian sulit untuk berkembang karena kesulitan finansial. Selama pihak perbankan masih belum sepenuhnya percaya terhadap dunia pertanian, maka dengan sendirinya dunia pertanian kita tidak berkembang.
  • Faktor-faktor tersebut menjadi “fenomena” tersendiri dari dunia pertanian kita, selama ini pertanian dianggap sebagai “anak tiri” oleh pemerintah sehingga belum bisa berkembang dan maju. Pemerintah terlalu berpihak pada sektor industri, kebijakan pemerintah terhadap pertanian sejak tahun 1980-an cenderung terlalu distortif.
  • Kebijakan-kebijakan inilah yang membuat sektor pertanian tidak berkembang. Untuk itulah diperlukan “diregulasi” kebijakan pemerintah yang “kondusif” dan “konklusif” untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sektor pertanian.
  • Pemerintah perlu melakukan integrasi sektor pertanian dalam kebijakan makro agar tidak berat sebelah mendukung sektor industri, selain itu juga pemerintah perlu menyediakan sarana dan prasarana (termasuk untuk penelitian). Subsidi tetap diperlukan namur bukan subsidi sektoral, melainkan subsidi kelompok miskin yang kebanyakan berada dipedesaan.
  • Agribisnis
    Ruang lingkup “agribisnis” tidak terlepas dari sektor pertanian, karena agribisnis merupakan langkah “taktis” lanjutan usaha untuk menaikan atau mengembangkan nilai guna atau manfaat lebih dari hasil pertanian.
  • Sektor agribisnis dalam ruang lingkup ekonomi masa kini mencakup berbagai macam usaha komersial, dengan menggunakan kombinasi “heterogen” dari tenaga kerja, bahan, modal dan teknologi. Selain itu juga agribisnis merupakan sektor perekonomian yang menghasilkan dan mendistribusikan masukan bagi para petani, dan memasarkan, memproses serta mendistribusikan produk usaha tani kepada pengguna atau konsumen.
  • Sektor agribisnis merupakan lahan yang sangat “potensial” bagi pertumbuhan perekonomian nasional, karena sektor ini bisa menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari tingkat petani, produksi maupun tingkat pemasaran. Selama ini sektor agribisnis sangat terpinggirkan oleh sektor industri, karena dianggap sektor yang tidak “komersial” dan belum “produktif”
  • Jika kita lihat potensi sumber daya alam kita serta sumber daya manusia, sangat mungkin bagi kita untuk mengembangkan serta meningkatkan kualitas sektor agribisnis. Coba kita bayangkan berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap lini yang menggerakkan sektor ini, mulai dari petani sebagai kegiatan hulu, pekerja sampai tenaga pemasaran produk.
  • Hal inilah yang seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah untuk memajukan sektor agribisnis. Peningkatan pendapatan ekonomi rakyat sangat mutlak dilakukan, karena hal ini menunjang kelangsungan hidup rakyat khususnya dan negara pada umumnya.
  • Peningkatan ekonomi rakyat akan secara “linier” berpengaruh terhadap perekonomian nasional, ketika ekonomi rakyat kuat dan tinggi maka perekonomian negara akan sangat kuat, karena secara fundamental perekonomian negara ini didukung oleh perekonomian rakyat.
  • Sudah sepantasnya saat ini pemerintah harus berpaling pada sektor agribisnis dan pertanian dalam meningkatkan pendapatan nasional disamping ekspor minyak bumi dan gas. Karena secara “kuantitatif” sumber daya alam sektor agribisnis sangat melimpah. Selain itu juga secara “kultural” basis ekonomi rakyat Indonesia adalah pertanian terutama dipedesaan, oleh karena itu arah pembangunan nasional kedepan haruslah berorientasi pada pembangunan sektor pertanian maupun sektor agribisnis yang lebih mandiri dan “kondusif”. Sehingga tercipta iklim yang konferhensif dan dinamis terhadap perkembangan pertanian dan sektor agribisnis masa depan. Memperkuat basis pertanian dan sektor agribisnis akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian rakyat yang selama ini terpinggirkan, yang akhirnya berimplikasi terhadap penguatan ekonomi secara nasional.
  • Generasi Petani di Era Keempat
  • Bertitik tolak dari perkembangan pertanian  menuju pertanian agribisnis, maka kita mencoba melihat dan memilah kelompok petani dari Generasi ke Generasi.
  • Dalam waktu semua manusia merugi kecuali bagi yang kreatif positif dengan penuh keyakinan, sabar dan benar. Lalu manusia diciptakan oleh Tuhan paling mulia sampai melebihi derajad malaikat karena kreatif dab pintar membaca tanda-tanda alam dan isinya (Terjemahan dari berbagai ayat suci). Oleh karena itu banyak pakar mendefinisikan dan mengkategorikan masa atau waktu yang digunakan manusia dalam berperan didunia. Manusia dalam kurun waktu tertentu dengan peran tertentu itulah yang disebut dengan Generasi.
  • Rostow di Amerika Serikat membagi masa dalam mendefinisikan linieritas pembangunan, antara lain : Masa tradisional, masa pra syarat lepas landas, Masa lepas Landas, masa konsumsi tinggi dan Masa kedewasaan. Masa Lepas landas yang disebutkan Rostow ini ada hubungannya dengan masa gelombang ketiga yang didefinisikan Alvin Tofler tentang runtuhnya Nation state atau Negara Bangsa dalam ikatan birokrasi menuju corporate state atau Negara Swasta.
  • Peran Negara berubah dari mengerjakan segala sesuatu menjadi sedikit peran karena sudah beralihnya kepemilikan Negara ke pemilikan Swasta yaitu Swastanisasi Oleh karena itu swasta menjadi penting kedudukannya dalam memerankan kiprahnya. Generasi yang hidup pada masa gelombang ketiga atau masa lepas landas harus memerankan sifat swasta yang mandiri atas dasar persiangan sempurna karena hilangnya ikatan-ikatan primordialisme dan klienisme menuju profesionalisme.
  • Karena sifat masa gelombang ketiga adalah tercerei bereinya ikatan-ikatan paguyuban manusia menuju mobilitas manusia yang tinggi. Dalam terminology jawa terkikisnya paradigm Keluarga “mangan ora mangan yen kumpul”.
  • Lain Rostow lain pula Alvin Tofler. Mungkin kita boleh-boleh saja untuk juga mendefinisikan generasi atas dasar masa atau waktu, yaitu Generasi satu, dua, tiga dan empat.
    1. Generasi Pertama adalah generasi yang dikuasai oleh alam. Kesempatan dan persaingannya adalah bagaimana mendapatkan makanan dari apa yang tersedia oleh alam. Pada masa itu manusia berburu, bertani dan beternak.
    2. Generasi kedua adalah generasi yang dikuasai oleh kaum feudal atau raja. Model persaingannya yaitu bagaimana meningkatkan perannya untuk menjadi pamong praja sehingga dapat meraih status ningrat untuk mendapatkan hak-hak istimewa.
    3. Generasi ketiga adalah generasi yang dikuasai Negara. Dalam masa ini manusia bersaing untuk menjadi pegawai negeri atau priyayi. Karena menjadi Pegawai Negeri hidupnya menjadi teratur dan aman untuk masa yang panjang karena jaminan pension dan fasilitas-fasilitas birokrasi.
    4. Generasi keempat adalah generasi yang dikuasai oleh pasar. Sesuai dengan masa lepas landasnya Rostow dan masa gelombang ketiga Alvin Tofler maka generasi ke empat menghadapi masalah sempitnya lahan bertani dan berternak, kemudian runtuhnya Negara-Negara Feodal dan Negara Bangsa yang disusul munculnya Negara Swasta yang berorientasi Pasar. Konsekuensi logis dari generasi keempat adalah bagaimana bersaing dalam berwirausaha. Terjadinya perubahan identitas formal yaitu KTP (Kartu Tanda Penduduk) menuju model …….. CARD, ……CARD atau Kartu Perusahaan dan lainya yang berbau swasta. Persaingan terjadi bukan bagaimana menaikkan pangkat tetapi bagaimana menciptakan produk.
  • Terjadinya Generasi keempat bukan berarti hilangnya generasi sebelumnya melainkan sebuah kumpulan generasi. Karena saat ini masih ada manusia generasi satu, dua dan tiga. Oleh karena itu untuk dapat eksis generasi sekarang performnya harus berubah. Untuk beternak dan bertani harus dilakukan dengan logika swasta, sehingga tidak sekedar way of life. Untuk menjadi Pamong Praja atau ningrat dan pegawai negeri tidak sekedar status social. Semua diperankan dengan sifat swasta yaitu menciptakan produk baru yang dapat laku dalam persaingan pasar.
  • Generasi keempat adalah pengejawantahan dari Egosentrisme, bukan egoisme, dimana ketergantungan kepada siapa dan apapun sirna, supaya tergantung pada kepemilikan pribadi yaitu potensi diri yang dikembangkan menjadi entepreneurship. Generasi keempat harus mulai sadar bahwa alam sudah mulai pelit (sedikit penyediaannya), kesempatan untuk menjadi pegawai dan karyawan semakin sempit karena efisiensi. Oleh karena itu ketergantungan sebenarnya hanya pada diri sendiri.
  • Generasi keempat menghadapi proses “percepatan waktu” secara makro yaitu percepatan system transportasi, komunikasi dan produksi yang makin cepat membutuhkan kita untuk menyesuaikan diri.
  • Waktu adalah sumberdaya atau factor produksi yang tidak bisa diambil dan disimpan. Karena waktu terus melaju dan member kesempatan hanya sekali. Memang ada pagi kemarin kini dan esok, tetapi  tidak bisa dikumpulkan. Waktu meminta untuk langsung dapat digunakan. Waktu terus berlari menghampiri generasi ke generasi melewati ruang-ruang manusia dalam mengambil peran untuk menghasilkan produk. Oleh karena itu waktu menjadi “opportunity cost” yang jarang disadari. Orang Barat bilang “Waktu adalah Uang”, Orang Arab bilang “ Waktu adalah Pedang” dan bagi petani, peternak generasi keempat adalah “Waktu adalah Kerja dan Kerja adalah Produk” supaya tidak merugi.
  • Terimakasih. Selamat Berjuang.

Tinggalkan komentar