[3] Gangguan Reproduksi pada Ternak Ruminansia

  • Masalah produktivitas ternak :
    1. rendahnya angka kelahiran
    2. tingginya angka kematian .
    3. gangguan reproduksi (yang sifatnya fungsional )dan penyakit menular
    4. kurangnya terkontrolnya pemotongan betina produktif/penjantan berkualitas di RPH
  • Gangguan reproduksi yang sifatnya fungsional secara garis besar  di sebabkan oleh :
    1. anestrus : tidak aktifnya kelakuan kelamin secara lengkap di tandai dengan tidak munculnya gejala estrus .
    2. kawin berulang : sapi betina dengan siklus estrus normal /mendekati normal tapi sudah di kawinkan baik alam, maupun IB, tidak menunjukan kebuntingan (kematian embrio dini serta gangguan fertilitas 25-40 % merupakan penyebab umum)
  • Permasalahnya pada saat kebuntingan dan komplikasi setelah melahirkan (post parturition complication )
    1. HYOPFUNGFSI  OVARIUM ( ovarium in- aktif )
      1. pada palpasi saluran reproduksi dalam kondisi normal ,pada bagian permukaan ovarium ( keduanya) kecil dan licin serta tidak di temukanperkembangan folikel ( seperti beras )
      2. pakan ( jumlah dan kualitas ) di duga sebagai peyebab umum .
      3. Sapi terlihat kurus
      4. tingkatkan kualitas dan jumlah pakan
      5. masase, perbaikan sirkulasi darah di ovarium ( murah )
      6. pemberian vitamin ADE atau hormone FSH ( mahal )
    2. Corpus luteum persisten (CLP)
      1. pada ovarium di temukan corpus luteum yang menetap oleh karena tertahanya luteolitic factor ( PGF2 α) dari uterus yang umumnya di sebabkan karena adanya peradangan .
      2. secara palpasi ovarium yang ada CLPnya berbentukk seperti angka 8, batas antara ovarium dan CLP jelas dan bila di tekan CLP terasa lebih kenyal dan agak keras di bandingkan dengan ovarium .
      3. progesterone tinggi dan mendepres keluarnya FSH dan LH dari HYPOPYSA anterior , sehingga tak terjadi perkembangan folikel , estrogen tidak di hasilkan .
      4. enukleasi hanya oleh yang ahli saja , prostaglandin ( cukup mahal ) dan pemberian anti biotika intra uteri .
    3. Kista ovarium ( cysty ovary)
      1. siklus birahi tidak teratur ,biasa sering (nymyphomania ) atau tidak ada sama sekali dalam jangka waktu yang lama .
      2. pemeriksaan ovarium secara palpasi :
        • Kop
    4. Mummifikasi
      • fetus mati ————→ resorbsi cairan fetus————→dehidrasi jaringan fetus dan tertahannya di uterus.
      • Kondisi dapat diindetifikasikan bila sapi :
        • Gagal melahirkan pada waktu yang telah ditentukan
        • Gagal memperlihatkan perkembangan kelenjar ambing
      • Pada palpasi :
        • Ada masa keras dalam uterus ————→ dinding uterus tipis dan tegang
        • Tidak ada caruncula / cotyledon dan fremitus (denyut arteri uterina media) serta pada ovarium terdapat CLP.
        • Penyuntikan PGF2α  ——–→ cek pada ke 3-5 setelah penyuntikan
        • apabila terjadi kekeringan berikan pelicin ——–→ tarik lewat vagina .
    5. Retensio sekundinaee
      • Kegagalan pelepasan plasenta anak pada tahap akhir kebuntingan
      • Terjadi 8- 12 jam atau lebih setelah melahirkan .
      • Penyebab:
        • Kekurangan daya konsentrasi uterus ( inertia uterus )
        • Peradangan plasenta (plasentitis)
        • Penyakit infeksi seperti : brucellosis, leptospirosis dan IBR.
        • Kelahiran prematur,distokia dll.
      • Penanganan :
        • Manula ( perhatikan kebersihan )
        • Antibiotik
        • Apabila penangulangan tidak benar  ——–→ endometritis dan involusi uterus terlambat   ——–→ berpengaruh terhadap kesuburan.
    6. Kemartian embryo dini (early embryonic death)
      • Embryo mati sebelum hari ke 14 ,membra mengalami otolysis dan diresorbsi , sehinga sapi kembali birahi dengan jarak / siklus berahi normal , sangat tidak mungkin di bedakkan dengan kegagalan fertilitas ,sehinga siklus birahi normal.
    7. Kematian embryo lanjut ( late embryonic death)
      • Embryo mati antara hari ke 14-42 cairan fetus diresorbsi embryo dan membra otolysis, sehinga akan terlihat adanya discharge vula ,dan jumlah kecil jaringan anak atau mungkin tidak terlihat.
      • Penyebab kematian embryo :
        1. Genetic
        2. Stress
        3. Infeksi – sakit – kekurusan
        4. Dehidrasi lemah – mati
        5. Defesiensi nutrisi
        6. Defesiensi / ketidakseimbangan hormon
        7. Agen infeksi Non spesifik ( streptococcus, staphylococcus, dll)
        8. Agen infeksi spesifik ( trichomanas , vibrio,LBR/IPU,dl)
    8. Abortus 
      • Kejadian abortus pada kebuntingan lanjut yang di akibatkan oleh :
        1. Penyakit infeksi ( menular ): brucellosis, leptospirosis, IBR.
        2. Kelahiran premature di hubungankan dengan kembar, atau induksi kelahiran mengunakan corticosteroid , distokia tsd.
      • Kejadian :
        1. Sering pada sapi perah di bandingkan sapi potong di hubungkan dengan buruknya keberhasihan kandang , atau stress saat kelahiran
        2. Apabila penanggulangan tidak benar , endometritis , metritis, involusi uterus terlambat sehinga pengaruh pada kesuburan .
      • Penanganan :
        1. Manual – perhatikan kebersihan
        2. Anti biotic dan hormone estrogen
        3. Hormone FSH/ LH dan PGF2α
    9. Dystokia ( kesulitan melahirkan )
      • Mengakibatkan :
        1. Kematian anak
        2. Penurunan nafsu makan , produksi susu, produksi keseluruhan .
        3. Penurunan kesuburan , sterilitas
        4. Kematian induk penderita
      • Kejadian:
        • Sulit di ketahui karena banyak faktor berpengaruhi seperti : umur, beberapa kali melahirkan ,penjantan (3 %) bangsa sapi ( 8 %)
      • Penanggulangan :
        • Menyelamatkan induk dan anak ( namun pilihan pada induk ).
  • Pemeriksaan kebuntingan
    • Kebuntingan adalah lama kebuntingan di hitung dari jarak antara perkawinan subur, sampai dengan kelahiran ,dan di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti : induk , anak, genetik, dan lingkunagan.
    • Maksud :
      1. menentukan bunting atau tidak nya sapi dengan ketepatan 100%, tanpa positif palsu maupun positif negatif palsu
      2. menentukan kebuntingan seawal mungkin dengan kemampuan menentukan umur kebuntingan fetus.
  • TAHAPAN REPRODUKSI
  • KopPemeriksaan kebuntingan per rectum :
    1. Pemeriksaan rectal ——–→  termudah ,tercepat ,termurah dan akurat .
    2. PKB rectal ——–→  dapat 100% akurat setelah 45 hari pasca IB/ perkawinan
    3. Palpasi per rectum pada saluran reproduksi koruna uterus dan servix.
  • Teknik pemeriksaan rectal
    1. Sapi di amankan dengan restrain, di kandang  jepit, mengunakan tali atau cara keamanan lain ,untuk keamanan operator maupun sapinya
    2. Operator mengunakan sarung tangan plastik panjang ,di lumasi secukupnya dengan menggunakan sabun mandi atau pelumas lainya (kuku operator harus di potong pedek dan di haluskan)
    3. Masukkan tangan yang sudah di beri pelumas dalam bentuk di gerakkan berputar ke kiri –kanan pada saat melewati lubang anus
    4. Pemasukan tangan melewati sphinkterani membutuhkan sendiri dorongan fisik kearah depan .
    5. Sampai di rekum tunggu sampai tidak ada kontrasi ,rectum dalam kaadaan relaksasi , di keluarkan feses yang ada secara pelan –pelan .
    6. Bila ada kontraksi cukup kuat , sampai punggung sapi melengkung ke dorsal , upayakan untuk mengurangi kontraksi rectum .
    7. Palpasi di mulai dari servix kemudian ke depan ke koruna uteri kanan dan kiri
    8. Palpasi di lakukaan mulai dari lantai ruang pelvis.
  • Rabaan uterus tidak Bunting
    1. Pada betia sapi tua besar terkadang perlu retraksi uterus ke ruang pelvis
    2. Kornu uteri kana-kiri kosong, relatife simestris
    3. Lumen uterus teraba tanpa isi
    4. Dinding uterus tebal
    5. Kedua koruna bias teraba seluruhnya dan melengkung kebawah dan kebelakang
    6. Jangan keliru dengan uterus sapi pasca beranak yg belum berevolusi sepenuhnya .
  • Rabaan uterus Bunting
    1. Asimetris kornuan uteri ke kanan dan kekiri
    2. Penipisan dinding uterus
    3. Akumulasi cairan pada uterus ( kantong amnion )
    4. Bentuk koruna uteri menjadi menggembung ( salah satu kornuanya )
    5. Teraba kotiledon > 5 bulan
    6. Rabaan fetus yg mengapung (ballottement)dalam kantung uteri yang mengembung > 3,5 bulan
  •  Teknik pemeriksaan kebuntingan muda
    1. Retraksi traktus reproduksi padakebuntingan muda
    2. Retraksi ,menarik kearah atas dan ke belakang , di masukkan ke ruangan pelvis .
    3. Palpasi uterus , asimetris uterus mulai 35 hari kebuntingan
    4. Raba kantong amnion yang halus
    5. Rasakan penggelinciran selaput amnion
    6. Korpus luteal kebuntingan , teraba ke sesisi koruna uteri yang bunting
    7. Kotiledon / karunkula muncul setelah umur kebuntingan lewat 75 hri .
  •  Teknik pemeriksaan kebuntingan pada stadium lebih lanjut
    1. Traktus reproduksi sudah tidak dapat di retraksi
    2. Fremitus (desiran) arteria uterine media yang mengalami hipertrofik pada kebuntingan > 3 arteri ini tergantung pada alat penggantung uterus . desiran seirama dengan denjut jantung induk
    3. Rabaan fetus atau bagiannya ballottement dari fetus .
  • Rabaan fetus dan bagian – bagianya
    1. Bunting 2 bulan :
      1. Asimetris koruna uteri
      2. Kantung amnion sebesar kantung telur ayam kampung
      3. Penggelinciran selaput fetus
      4. Biasa di retrasi ,dalam ruang pelvis
    2. Bunting  3 bulan :
      1. Asimetris koruna uteri
      2. Kantong amnion , sebesar telur angsa (diameter 15  cm )
      3. Masih bisa di retrasikan ,dalam ruang pelvis
      4. Servix mulai tertarik ke depan bawah
      5. Mulai teraba kontiledon .
    3. Bunting 4 bulan :
      1. Uterus makin tertarik ke depan , bawah
      2. Servix teregang  bentuk memipih
      3. Kantong amnion seberas bola sepak ( di ammeter 30 cm).
      4. Plasentoma semakin jelas teraba (sebesar kancing baju )
      5. Fetus mulai dapat teraba (ballottement= bumping fetus )
      6. Fremitus mulai teraba a. uteria media ( kanan dan kiri )
    4. Bunting 5 bulan :
      1. Uterus makin masuk ke depan , kebawah pada sapi besar (>500 kg) tangan tidak sampai keseluruhan uterus hanya punggung uterus saja.
      2. Servix tertarik ,bentuk memipih
      3. Plasentoma semakin jelas teraba
      4. Fremitus jelas teraba a. uteri media ( kanan dan kiri )
    5. Bunting  6 bulan :        
      1. Uterus membesar ,punggung uterus mudah di raba .
      2. Servix tidak lagi tertarik .
      3. Plasentoma semakin jelas teraba
      4. Fremitus jelas teraba a uteri media ( kanan-kiri)
      5. Punggung fetus mudah teraba kembali .
    6. Bunting 7 bulan :
      1. Uterus membesar ,punggung uterus mudah di raba , garis datar dengan serviks.
      2. Punggung fetus mudah teraba .
      3. Plasetoma semakin jelas teraba
      4. Fremitus jelas teraba a. uteri media ( kanan – kiri )
    7. Bunting 8 bulan ;
      1. Fetus sudah mendekati dan kaki serta moncong mengarah ke ruang pelvis
      2. Fremitus mulai teraba a uteri media ( kanan-kiri)
      3. Plasentoma / kotiledon teraba jelas .
    8. Bunting 9 bulan :
      1. Fetus sudah ruang pelvis kepala dan kaki depanya tepat di depan servik
      2. Plasentoma jelas teraba ( diameter 5 cm)
      3. Fremitus jelas teraba a.uteri median ( kanan- kiri )
  • Gangguan ( masalah ) selama kebuntingan .
    • Kematian sebelum kelahiran dpt terjadi pada setiap tahap kebuntingan kematian :
      1. Kematian embryo dini ( <14 hari )
      2. Kematian embryo lahir ( 14- 42 hari )
      3. Abortus, mummifikasi , distokia, premature.
  • Parturition  (proses kelahiran )
    • Tanda-tanda klinis :
      1. perejanan awal ———→ di lantasi cervik ———→ kontraksi uterus
      2. pengeluaran anak (foetal Expulaasi )
      3. pengeluaran selaput anak ( plasenta )
  • MEKANISME FISIOLOGI MENGONTROL KELAHIRAN
    • Selama beberapa tahun di sepakati bahwa organisasi induk mengatur saat, dan terjadi kelahiran dengan beberapa kejadian fisiologi ,meliputi :
      1. Peningkatan ketidak –stabilan otot uterus oleh kenaikan kadar hormone estrogen yang lambat pada akhirnya kebuntingan .
        1. Penambahan ukuran / berat anak   ———→   merangsang kontrasi uterus
        2. Akumulasi sisa metabolism fetus terutama CO2 merangsang kontrasi uterus.
        3. Pematangan plasentayang pelepasanyaoleh faktor yang tidak di ketahui atau output syaraf.
        4. Pengaruh hormone induk —→estrogen ,progesterone,oxytocin (cepat lahir)
  • PENUTUP
  • Kesimpulan
  • Setelah melakukan pelatihan Bimtek ( IB)  maka dapat disimpulkan:
    1. Dapat membandingkan teori yang didapat dan ilmu yang di dapat saat kuliah
    2. Mendapatkan gambaran tentang usaha pemeliharaan sapi potong.
    3. Dapat mengaplikasikan teori yang didapat dari sekolah ke lapangan.
    4. Dapat membandingkan cara Bimtek (IB) di sekolah dengan di lapangan.
  • Saran
    1. Di usahakan banyak yang mengikuti pelatihan IB, untuk meningkatkan pengatahuan  di bidang Inseminasi Buatan .
    2. Pelatihan Bimtek IB, di usahakan praktik di lapangan lebih lama, sehinga pelatihannya bener-bener mahir di bindang Inseminasi Buatan tsb.
  • Terimakasih dan semoga bermanfaat.