(3) PENGEMBANGAN USAHA HORTIKULTURA PETANI KECIL

  • PENGEMBANGAN USAHA HORTIKULTURA PETANI KECIL
  • Menurut beberapa pakar ekonomi pertanian dan agribisnis, pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis yang ingin diwujudkan, menuntut adanya keterkaitan erat antara sektor pertanian dengan sektor-sektor bukan  pertanian dalam sebuah sistem agribisnis. Artinya, jika ingin mengembangkan atau memajukan subsistem produksi, harus disertai pula dengan pengembangan atau dukungan subsistem lainnya, seperti subsistem pemasaran, subsistem pengolahan (agroindustri hulu dan hilir) dan subsistem lembaga penunjang seperti lembaga keuangan, prasarana pasar berupa tempat atau gedung (place), lembaga penelitian, peraturan pemerintah yang kondusif dan lain-lain (lihat Davis dan Golberg, 1957; Downey dan Erickson, 1992; Saragih, 1998; Dahl and Hammond, 1977; Tomek and Robinson, 1990).
  • Menggunakan analogi ini, jika ingin berhasil mengembangkan komoditi hortikultura, maka menuntut digunakannya pendekatan sistem agribisnis, yang mengintegrasikan subsistem produksi dengan subsistem agroindustri hulu dan hilir, subsistem pemasaran dan subsistem lembaga penunjang.     Krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997/1998 yang   masih terasa sampai tahun 2004 ini, dimana kurs dollar terhadap rupiah berkisar Rp 9.000-Rp 9.500 per dollar  (Akhir Juli 2004), menyebabkan harga produk hortikultura impor menjadi relatif mahal, sehingga semakin menempatkan bidang hortikultura dalam negeri sebagai ladang bisnis yang menjanjikan keuntungan. Hal ini terefleksi berupa meningkatnya permintaan produk-produk hortikultura, baik oleh pasar domestik maupun pasar internasional. Namun demikian, untuk memberikan kesempatan berkembangnya produk-produk hortikultura dan aneka tanaman dalam negeri, pemerintah harus membatasi jumlah impor yang disesuaikan dengan produksi dalam negeri dan permintaan masyarakat. Sedangkan untuk meningkatkan ekspor produk-produk hortikultura, Indonesia masih memiliki persediaan areal pertanian dan lahan potensial yang belum dimanfaatkan secara optimal, sedang di beberapa negara pesaing areal pertanian semakin terbatas.
  • Peningkatan produksi hortikultura untuk memenuhi ekspor masih menghadapi beberapa kendala teknis, seperti produksi bibit/benih buah-buahan lokal dari segi kualitas relatif rendah dan segi kuantitas relatif terbatas. Ini disebabkan oleh proses produksi banyak dilakukan oleh penangkar benih yang tidak profesional. Untuk itu, perlu dilakukan pembinaan secara berkesinambungan agar para penangkar benih tanaman buah dapat meningkatkan kualitas produksinya. Benih-benih hortikultura  impor seperti kentang, kacang panjang, bawang merah, cabai, mentimun, jagung manis,  dll, semestinya dapat diproduksi di dalam negeri. Untuk itu Indonesia harus membangun komponen agribisnis benih yang dapat menciptakan lapangan kerja, sehingga benih impor dapat ditekan. Sedangkan untuk menunjang ekspor produk hortikultura, teknologi biologi, budidaya dan teknologi pengolahan telah tersedia, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas usaha dan mutu produk agar produk hortikultura Indonesia secara perlahan mampu meraih keunggulan kompetitif.
  • Di samping itu, teknologi produksi  off-season, teknologi pasca panen belum berkembang, sumberdaya manusia yang belum memadai, sarana dan prasarana ekspor yang belum memadai seperti lokasi yang strategis, ketersediaan  cargo, teknologi  packing, ketepatan  delivery, skala usaha yang tidak komersial, belum membudayanya penerapan sanitary and phytosanitary measure yang berkaitan dengan mutu komoditas ekspor yang dihasilkan dan akses informasi pasar yang masih sangat rendah merupakan kendala-kendala pengembangan dan peningkatan produksi hortikultura Indonesia.
  • Lahan pertanian di kediri disamping subur juga khas, sehingga rasa dan aroma produk hortikultura buah-buahan yang dihasilkan juga khas dan istimewa.   Menurut Sinta (20-26 Desember 2000), buah-buahan yang disebutkan di atas ditambah melon, alpukat, pepaya dan kesemak adalah produk hortikultura yang memiliki keunggulan komparatif dan tidak mampu diproduksi oleh negara lain. Namun potensi produksi hortikultura di kediri belum dikembangkan secara maksimal, sehingga masih ada peluang untuk mengembangkannya.
  • Para investor atau petani bermodal dapat berperan dalam pengembangan, persaingan mutu terhadap merek-merek anggur Eropa pada kontes anggur di Portugal Eropa.  Kemenangan ini konon katanya berkat kerjasama sejak lama secara diam-diam antara seorang pengusaha lokal dengan ahli anggur Perancis. Namun demikian, dalam mengembangkan hortikultura, baik dalam strategi maupun setiap programnya agar selalu menerapkan  prinsip-prinisp konservasi, sehingga dapat dihindari terjadinnya degradasi sumberdaya alam. Misalnya, pengelolaan lahan kering di daerah miring agar dibuat terassering sehingga dapat dihindari terjadinya erosi, pemanfaatan pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia yang cenderung merusak tanah, mengurangi penggembalaan ternak secara liar dan sebagainya. Jadi prinsip-prinsip konservasi sumberdaya alam harus diterapkan agar sumberdaya lahan dan air sebagai faktor produksi dalam proses produksi hortikultura  dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan.
  • POTENSI USAHA HORTIKULTURA DI KEDIRI
  • Potensi Sumberdaya Hortikultura di Kediri i memang memiliki wilayah fisik terbatas, sehingga peningkatan produksi melalui usaha intensifikasi secara besar-besaran tidak mungkin dilakukan. Namun demikian, pengembangan hortikultura di Kediri masih memiliki potensi besar melalui usaha intensifikasi, yaitu peningkatan produksi per kesatuan luas dengan meningkatkan penggunaan teknologi kimia-biologi seperti penggunaan varietas  unggul, pupuk organik/anorganik, teknologi mekanik dan teknologi budidaya. Potensi ini didukung oleh kondisi objektif yaitu:
    1. Di Kediri sejak tahun 2001 tersedia potensi lahan kering seluas 126.487 ha yang dapat digunakan untuk pengembangan hortikultura (buah-buahan dan sayura-sayuran) dan potensi lahan sawah seluas 87.765 Ha. Jika usahatani padi tidak lagi menguntungkan dan tidak menjanjikan masa depan bagi petani atau  pengusaha, kenapa tidak memanfaatkannya untuk pengembangan hortikultura, baik untuk sayur-sayuran maupun untuk buah-buahan. Ketika musim kemarau,  lahan sawah banyak dimanfaatkan untuk tanaman semangka atau melon sebagai pengganti padi. Jadi, jika lebih menguntungkan mengusahakan hortikultura di lahan sawah, kenapa harus menanam padi. Dalam Undang-Undang Budidaya Tanaman, petani tidak wajib menanam padi atau petani diberi kebebasan menanam komoditi yang dianggap paling menguntungkan. Di samping itu,  Kediri memiliki kesuburan tanah yang tinggi dan spesifik, agroekologi yang sangat cocok untuk pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura
    2. Kediri memiliki potensi sumberdaya  manusia  atau tenagakerja  berlimpah.   Namun sementara ini tenagakerja pedesaan lebih banyak melakukan urbanisasi, karena sempitnya kesempatan kerja di perdesaan dan kalaupun ada usahatani padi sawah dan atau usahatani kebun dianggapnya tidak menjanjikan masa depan.
    3. Kediri mempunyai modal sosial (Social Capital) tinggi dalam  mengembangkan agribisnis hortikultura. Pengalaman Indonesia dalam  membangun  pertanian  hingga  mampu  mencapai swasembada beras dalam  PJP I yang  lalu,  merupakan  pengalaman  dan  modal  tersendiri  untuk  membangun agribisnis hortikultura yang berdaya saing tinggi. Di samping itu, sifat orang Kediri yang suka berkelompok akan sangat membantu mempercepat diffusi inovasi teknologi hortkultura.
    4. Indonesia umumnya dan Kediri khususnya memiliki empat kelebihan alam yang  tidak dimiliki oleh sebagian besar negara-negara maju yaitu, panjang dan intensitas penyinaran, suhu, bebas taifun, dan curah  hujan.  Jumlah radiasi matahari dalam setahun yang  melebihi  negara  maju,  sehingga  dengan  iklim tropis, dimungkinkan di Kediri dilakukan penanaman secara rotatif  tiga  sampai empat kali dalam setahun, sementara di  sebagian  negara maju pada musim dingin praktis tidak dapat bertanam karena pertumbuhan tanaman terhenti.
  • Dari 19 jenis buah-buahan yang didata produksinya oleh instansi berwenang dalam kurun waktu 2008-2011, ke-19 jenis buah-buahan tersebut produksinya cenderung  berfluktuasi yang dipengaruhi oleh perubahan  iklim global dan serangan hama dan penyakit tanaman serta bencana alam. Jenis buah-buahan yang produksinya menonjol di kediritahun 2002 adalah mangga (36.00 ton), rambutan (30.366 ton), jeruk (45.529 ton), nangka (33.713 ton), durian (14.098 ton), pisang (124.254 ton), salak (32.667 ton) dan anggur (21.899 ton). Sedangkan jenis sayuran yang produksinya menonjol adalah kubis (50.468 ton), petsai/sawi (30.602 ton), cabe (25.266 ton) dan tomat (45.216 ton)
  • Neraca Perdagangan Hortikultura Indonesia yang Defisit Produk hortikultura buah-buahan Indonesia yang dominan diekspor yaitu, alpukat, mangga, manggis, pepaya, durian, langsat, pisang segar, dan rambutan, yang volume ekspornya relatif berfluktuasi selama  enam tahun terakhir (1993-1998). Sedangkan Indonesia juga mengimpor beberapa jenis produk hortikultura buah-buahan yaitu, kurma kering, jeruk segar, anggur segar, anggur kering, apel segar, pir dan mandarin segar.
  • Namun neraca perdagangan (ekspor-impor) produk hortikultura buah-buahan Indonesia setiap tahun defisit, yang ditandai oleh nilai impor selalu lebih besar dari pada nilai ekspor. Apel, misalnya, selama tahun 2011, volume impor sebanyak 81,899 juta kilogram atau senilai 47,009 juta dollar AS. Anggur (segar) 10,580 juta kilogram atau senilai 10,031 juta dollar AS, anggur (kering) sebanyak 797.089 kilogram dengan nilai impor 463.336 dollar AS. Sementara itu, buah jeruk segar (bukan mandarin) yang diimpor mencapai 12.380 juta kilogram atau 6,584 juta dollar AS. Lalu, buah jeruk mandarin segar yang diimpor 60,922 juta kilogram dengan nilai 32,245 juta dollar AS. Durian 3.779.662 kilogram senilai 4.055 juta dollar AS (lihat Lampiran 6). Impor buah ini cenderung meningkat setiap tahun seiring dengan pertambahan penduduk. Karena pada tahun 2000, impor Indonesia atas apel sebanyak 72.426 ton dengan nilai 42,42 juta dollar AS, jeruk 19.438 ton senilai 10,8 juta dollar AS, jeruk mandarin 58.423 ton senilai 30,04 juta dollar AS (Lampiran 6). Tingkat konsumsi buah  yang masih rendah dari yang ditetapkan FAO saja volume impor  buah sudah sebanyak itu, apalagi kalau konsumsi buah ditingkatkan mencapai jumlah seperti dianjurkan FAO, maka impor buah segar pasti meningkat  tajam. Menurut ketentuan FAO (Food and Agricultural Organization), konsumsi jeruk di negara berkembang rata-rata masih 8,9 kilogram per kapita per tahun, sedangkan tingkat konsumsi jeruk di negara-negara maju mencapai 32,6 kg per kapita per tahun.
  • Dalam jangka panjang kondisi ini tidak menguntungkan, karena akan menguras devisa yang semakin terbatas (prioritas untuk mencicil utang) dan juga berarti menelantarkan keunggulan komparatif yang dimiliki yakni sumberdaya alam dan iklim. Apakah tidak kebangetan sebagai sebuah negara yang memiliki potensi pengembangan produk-produk agribisnis primer dan olahan harus mengimpor terus, yang dapat menguras devisa negara. Selama ini Indonesia selalu membanggakan diri sebagai negara agraris terbesar di dunia. Namun realitanya sangat bertolak belakang. Indonesia bukannya menjadi pengekspor, tetapi pengimpor bahan pangan dan buah-buahan terbesar. Itu berarti, ketahanan pangan benar-benar rapuh serta nasib petani selalu tertindas tanpa masa depan.   Jeruk  misalnya, sampai saat ini produksi dalam negeri hanya mampu menyuplai kebutuhan nasional sebesar lima persen dari total konsumsi 1,5 juta ton per  tahun.  Kegagalan utama pembangunan sektor pertanian selama ini karena pengetahuan dan keterampilan petani hanya difokuskan pada bercocok tanam, sedangkan pemasaran terabaikan. Peliknya masalah pemasaran membuat petani jera mengembangkan usaha hortikulturanya menjadi lebih besar lagi. Berdasarkan pengamatan lapangan, para pengusaha hortikultura sering terjebak oleh kondisi pasar  yang sulit diprediksi, sehingga peningkatan kesejahteraan hanya  impian belaka. Karenanya, pengembangan hortikultura haruslah secara profesional, artinya adanya pembangunan yang seimbang antara aspek pertanian, bisnis dan jasa penunjang. Penanganan produksi tanpa didukung dengan pemasaran yang baik tidak akan memberi manfaat dan keuntungan bagi petani.
  • Pengalaman di masa lalu membuktikan  pembangunan pertanian yang tak disertai sarana pendukung yang memadai serta kurang sikronnya antara industri  hulu dan hilir, kurang memberikan hasil yang menggembirakan. Sumberdaya yang ada, tidak termanfaatkan secara optimal. keunggulan komparatif belum terberdayakan maksimal, sehingga selalu kalah bersaing. Dengan demikian, pemerintah sebagai fasilitator harus duduk sejajar dengan para pelaku-pelaku agribisnis hortikultura, merumuskan suatu  grand strategy untuk menggali potensi agribsinis hortikultura, sehingga mampu menghasilkan devisa, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan para pelaku-pelaku agribisnis hortikultura dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan regional dan nasional.
  • Kendala Pengembangan Usaha Hortikultura di Kediri
  • Walau Kediri memiliki potensi besar di satu pihak, tetapi di pihak lain Kediri  juga menghadapi kendala dalam pengembangan usaha hortikultura, yang dapat digolongkan menjadi kendala substansi dan kendala organisasi/kelembagaan. Kendala substansi terdiri dari: (1) relatif sempitnya pemilikan atau penguasaan lahan untuk usaha hortikultura; (2) terbatasnya diversifikasi produk-produk agribisnis dan agroindustri hortikultura, sehingga kurang mampu memenuhi pasar domestik dan pasar ekspor; (3) kualitas beberapa produk hortikultura masih belum mampu menyesuaikan dengan tuntutan pasar domestik dan internasional; (4) kelangkaan kualitas sumberdaya manusia  yang  mempunyai  kemampuan memadai  dalam  menajamen  agribisnis,  teknologi pengolahan serta pengetahuan manajemen mutu; (5) belum maksimalnya  dukungan pihak perbankan terhadap pengembangan agribisnis hortikultura, baik dari aspek permodalan maupun suku bunga; (6) kurangnya kegiatan dan pengetahuan untuk menyiasati pasar (market intelligence); (7) kurangnya  upaya  promosi pasar di luar negeri; (8) kurangnya dukungan pemerintah untuk merangsang dan mempermudah akses pasar.
  • Kendala organisasi atau kelembagaan meliputi: (1) belum  berkembangnya lembaga pemasaran domestik maupun ekspor;  (2)  informasi  pasar kepada petani  secara  asimetri  akibat  belum berfungsinya lembaga-lembaga  pemasaran;  (3) upaya  koordinasi intensif dalam membangun sistem  informasi  terpadu  belum banyak dilakukan; (4) iklim
  • KISAH SUKSES PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA THAILAND:SUATU PELAJARAN BAGI KEDIRI DAN INDONESIA
  • Agribisnis Hortikultura Thailand, Thailand  dikenal dunia sebagai negeri Gajah Putih. Namun di sejumlah negara termasuk di Indonesia, Thailand dikenal pula sebagai negara penghasil hortikultura dan diakui bahwa Thailand telah berhasil pengembangkan agribisnis buah-buahan dan sayur-sayuran. Terobosan Thailand dalam dunia agribisnis bukan hanya berhasil meningkatkan kemapanan   12 sektor agribisnis dalam ekonomi nasional Thailand, tetapi juga berhasil meningkatkan citra positif Thailand sebagai pelopor pengembangan agribisnis di kawasan ASEAN.
  • Sistem agribisnis Thailand, khususnya dalam pengembangan komoditi hortikultura (buah-buahan, sayur-sayuran, dan tanaman hias) mendapat pengakuan internasional dalam satu dasa warsa terakhir di abad ke 20 ini. Komoditi buah-buahan dan sayur-sayuran telah menjadi komoditi potensial ekspor Thailand, di samping produk-produk agribisnis lainnya seperti daging dan ternak unggas. Dari laporan ekspor yang dikeluarkan oleh Departmen of Business and Economics Thailand (1995), disebutkan bahwa dalam kurun waktu 1990-1994, empat komoditi agribisnis yang berhasil menduduki peringkat 10 besar komoditas ekspor Thailand, yaitu udang (peringkat 5), padi/beras (7), karet (8) dan produk perikanan kalengan (10).
  • Perkembangan sektor agribisnis tersebut merupakan hasil kerja keras dengan perencanaan yang matang dan terpadu, serta melibatkan semua unsur yang terkait dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada. Perkembangan tersebut didukung oleh komitmen tinggi dari semua pihak yang berkompeten untuk mewujudkan sisten agribisnis Thailand yang tangguh dan kompetitif, baik di pasar domestik, regional maupun internasional. Misal, dukungan dari  Menteri Pertanian dan Koperasi dan Universitas Kasetsart sebagai institusi pendidikan tinggi pertanian yang terkenal, terutama dalam melakukan terobosan riset rekayasa pertanian dan bioteknologi. Demikian pula dukungan dari lembaga keuangan dan pembiayaan seperti  Bank of Agriculture and Agricultural Cooperation (BAAC), melalui pembiayaan dengan kredit berbunga rendah. Hal ini dimaksudkan untuk menurunkan biaya produksi, akhirnya harga produksi menjadi lebih rendah (low cost) sehingga lebih kompetitif di pasar domestik dan  di pasar internasional.
  • Keunggulan Pengembangan Agribisnis Hortikultura Thailand Berikut ini dipaparkan beberapa keunggulan sistem pengembangan agribisnis Thailand, mungkin berguna sebagai informasi bagi pengembangan agribisnis di Indonesia ada umumnya dan di Kediri pada khususnya,  sebagai berikut:
    1. Thailand memiliki keunggulan di bidang  penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan bibit unggul melalui rekayasa bioteknologi,  bioproses dan kultur jaringan.
    2. Keunggulan dalam  memfungsikan Badan Penyuluhan Pertanian Daerah (BPPD), selain berfungsi sebagai sarana bimbingan pertanian, juga  sebagai sarana penyedia informasi pasar bagi petani dalam kaitannya dengan perencanaan jenis dan kuantitas produksi.
    3. Keunggulan dalam  mengidentifikasi komoditi yang memiliki prospek bisnis  dan pertumbuhan pasar yang tinggi, sehingga pengembangannya diarahkan untuk komoditi-komoditi potensial tersebut. Dengan kata lain, Thailand lebih memfokuskan  pengembangan pada beberapa komoditi yang memiliki prospek bisnis tinggi, terutama untuk menembus pasar luar negeri.
    4. Keunggulan dalam memainkan  strategi pemasaran yang andal dan efektif untuk penetrasi pasar, terutama pasar ekspor.  Untuk tujuan penetrasi tersebut, maka semua perwakilan Thailand  di luar negeri ditugaskan melakukan   market intelejent   untuk mengumpulkan  informasi pemasaran, dan selanjutnya informasi tersebut disebarkan melalui media massa dan lembaga-lembaga terkait seperti BPPD.
    5. Kemampuan yang tinggi untuk mempendek rantai pemasaran  komoditas, sehingga marjin pemasaran relatif rendah. Dengan kata  lain perbedaan  antara harga yang dibayar konsumen dan harga yang diterima petani (harga produsen) relatif kecil, sehingga integrasi vertikal sistem komoditas beroperasi dengan efisien. Di samping itu, intervensi pemerintah dalam pengaturan pasar relatif kecil, yang memungkinkan mekanisme pasar dapat berjalan dan efisiensi sistem pemasaran dapat tercipta. Pemerintah  Thailand lebih banyak berperan sebagai  fasilitator dan controller dari pada sebagai  regulator  sistem pemasaran.
    6. Kredit pertanian yang berbunga rendah dan tanpa agunan, terutama yang disediakan oleh BAAC. Dalam hal penyaluran kredit perbankan, intervensi pemerintah Thailand relatif kecil, kecuali dalam hal penyaluran kredit pertanian yang tetap diintervensi dengan berbagai kebijakan, walaupun pihak perbankan memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan kebijakan tersebut.
    7. Sistem pengembangan agribisnis diarahkan  ke  integrasi dengan agroindustri hilir,dengan tujuan untuk menciptakan kegunaan (utility), terutama kegunaan waktu (timeutility) dan kegunaan bentuk (form utility) melalui upaya  pengolahan, pengalengan dan pengemasan. Dengan penciptaan kegunaan waktu dan bentuk, memungkinkan produk-produk pertanian dan hasil olahannya dapat bertahan lebih lama dan menjangkau pasar lebih jauh.
  • Keunggulan-keunggulan tersebut secara terpadu menciptakan kekuatan sinergik untuk mencapai integritas sistem komoditas agribisnis yang tinggi. Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika pengembangan sisten agribisnis di Thailand patut dicontoh oleh negara-negara lain termasuk Indonesia.
  • Kiat-Kiat Pemasaran Produk Agribisnis Hortikultura Thailand
  • Sukses ekspor hortikultura Thailand menggambarkan bahwa banyak elemen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan agribisnis. Dalam usaha merambah pasar luar negeri, Thailand memiliki kiat-kiat khusus di bidang pemasaran produk-produk agribisnis, antara lain:
    1. Perwakilan Thailand  di luar negeri ditugaskan untuk melakukan  market intelejent untuk mengumpulkan informasi pemasaran, dan menelaah peluang-peluang pasar yang potensial di negeri masing-masing tempat mereka bertugas.
    2. Frekuensi keikutsertaan  pengusaha agribisnis dalam  trade fair di luar negeri semakin ditingkatkan dengan tujuan promosi dan perkenalan produk, perkenalan personal bisnis, serta mempelajari peluang-peluang kerjasama.
    3. Upaya memperkenalkan produk agribisnis dan makanan khas Thailand dilakukan dengan cara: (1) masyarakat  Thailand di luar negeri mengundang rekan-rekannya  untuk acara seremonial sambil menikmati makanan khas Thailand; (2) mendirikan restoran-restoran khas Thailand di luar negeri yang dilengkapi dengan acara kesenian Thailand, dimana promosinya dibantu oleh masyarakat Thailand di sekitar restoran tersebut; (3) menghidangkan berbagai produk makanan, buah-buahan serta penampilan hiasan bunga pada semua acara kenegaraan; (4) pasar swalayan di luar negeri dipasok  dengan air cargo delivery dan sistem konsinyasi, baik dengan atau tanpa membukan L/C.
    4. Promosi di dalam negeri Thailand dilakukan melalui: (1) agrowisata, terutama orchid farm yang menampilkan teknik budidaya, demonstrasi bunga hias dan penawaran pasar; (2) kerjasama antara restoran dengan perusahaan biro perjalan untuk memasukkan acara makan malam dalam rangkaian  acara  yang dijadwalkan; (3) kerjasama antara media masa dengan pengusaha agribisnis untuk mempromosikan produk-produk agribisnis Thailand  dengan biaya yang rendah, melalui penampilan gambar-gambar dan profil komoditi yang indah; (4) brosur dan  leaflet yang indah dan lengkap menggambarkan profil komoditi yang mudah diperoleh di mana-mana; (5) upaya untuk mempromosikan daerah produsen baru bagi masyarakat dari daerah lain terus digalakkan melalui pameran produk, dengan harapan memperkenalkan potensi pengembangan daerah produsen baru tersebut kepada masyarakat di daerah lain; (6) kerjasama terpadu antara pengusaha, masyarakat dan pemerintah sangat langgeng dan berkesimbangungan, di mana ide-ide dan motivasi pengusaha berkembang dengan mendapat dukungan dari pemerintah untuk merealisasikannya.
    5. Penampilan dan mutu produk mendapat perhatian serius dalam upaya menembus persaingan di pasar global. Dengan demikian pengawasan mutu produk menjadi suatu strategi penting untuk meraih pangsa pasar yang besar, di samping upaya-upaya yang mengefisienkan operasi sistem komoditi.  Penampilan produk meliputi penyempurnaan tingkat keseragaman bentuk dan warna, keberhasilan, dan teknik pengemasan, selain menjaga mutu yang tinggi.
    6. Koordinasi antara instansi pemerintah dengan asoiasi-asosiasi sangat baik, terutama dengan  board of trade (BOT),  Federation of Thai-industry Assoiation  (FTA), dan Thailand Banking Assosiation (TBA). Berbagai masukan yang berharga dari asosiasi-asosiasi tersebut menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan upaya meningkatkan pangsa pasar produk agribisnis dan agroindustri serta dukungan pendanaan  yang cukup, di samping kebijakan-kebijakan yang langsung berpengaruh terhadap perdagangan dan ekspor komoditi.
    7. Kebijakan kargo udara. Salah satu elemen penting dari keseluruhan strategi adalah keterlibatan Thai Airways secara aktif untuk meningkatkan usaha-usaha itu. Perusahaan penerbangan itu menyediakan ruang istimewa yang dialokasikan untuk barang-barang yang tak tahan lama, ongkos ditetapkan pada tingkat yang kompetitif, dan fasilitas cold storage diatur untuk pengiriman.
  • Hal ini menunjukkan bahwa sukses ekspor produk agribisnis Thailand merupakan hasil kerja keras bertahun-tahun yang melibatkan banyak pihak, yakni dari raja/ratu sampai pekerja agribisnis, dari dosen/peneliti sampai masyarakat umum, dan dari pemerintah/lembaga keuangan sampai pengusaha. Segala upaya yang terus-menerus itu selalu berorientasi pada pasar. Kebijakan pemerintah secara realistik dikaitkan dengan kemampuan dan kebutuhan industri. Bagi Indonesia umumnya dan Kediri khususnya, berbagai kiat positif tersebut diharapkan dapat menjadi inspirasi, pelajaran dan pertimbangan dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan agribisnis hortikultura yang berorientasi pada  pasar global, sehingga kinerja usaha hortikultura dalam hal pemasaran produk hortikultura  dapat ditingkatkan. Peningkatan kinerja pemasaran tersebut diharapkan akan mendorong peningkatan produktivitas agribisnis hortikultura di Indonesia dan Kediri, yang selanjutnya akan berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani kecil hortikultura.
  • KESIMPULAN
    1. Kediri masih memiliki potensi besar dalam pengembangan hortikultura buah-buahan melalui usaha intensifikasi. Hal ini didukung oleh: (i) tersedianya lahan kering seluas 126.487 ha yang dapat diusahakan secara intensif, tersedianya lahan sawah seluas 87.765 ha yang dapat diusahakan untuk hortikultura sebagai tanaman penggilir, kesuburan tanah yang tinggi dan spesifik, agroekologi yang sangat cocok untuk pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura, (ii) Kediri memiliki potensi sumberdaya  manusia  atau tenagakerja  berlimpah, (iii) Kediri  memiliki modal sosial berupa pengalaman petani dalam bertani dan sistem kemasyarakatan orang-orang Kediri yang gampang berkelompok sebagai media difusi inovasi dan teknologi, dan  (iv) Indonesia umumnya dan Kediri khususnya memiliki empat kelebihan alam yang  tidak dimiliki oleh sebagian besar negara-negara maju yaitu, panjang dan intensitas penyinaran, suhu, bebas taifun, dan curah hujan yang cukup.
    2. Dalam mengembangkan usaha hortikultura petani kecil, maka strategi yang dapat dilaksaksanakan sebaiknya melalui 3 tahapan yaitu: (i) redistribusi harta produksi utama, yaitu lahan pertanian, dapat berupa pengalihan pemilikan atau berupa berupa pengaturan institusional yang memberikan peluang kepada petani tak bertanah; (ii) meningkatkan produktivitas lahan pertanian, melalui perubahan teknologi dan inovasi, kebijakan ekonomi dan perbaikan sistem kelembagaan, dan (iii) investasi dalam sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani hortikultura dan petugas pembina petani hortikultura.
    3. Meraih daya saing tinggi atau keunggulan kompetitif produk-produk hortikultura Kediri khususnya dan Indonesia umumnya adalah dengan menerapkan konsep sistem agribisnis, yaitu mengintegrasikan subsistem produksi dengan subsistem agroindustri hulur-hilir, subsistem pemasaran/perdagangan dan subsistem lembaga penunjang. Di samping itu, menyingkirkan kendala-kendala substansi dan organisasi yang dihadapi oleh petani kecil serta meningkatkan peran pemerintah dan lembaga terkait lainnya dalam memfasilitasi serta mengawasi (bukan mengatur) pengembangan usaha hortikultura.
  • Meraih sukses pengembangan usaha hortikultura di Kediri khususnya dan di Indonesia umumnya, belajarlah dari kisah sukses pengembangan agribisnis Thailand (yang baik pantas dicontoh). Kesuksesan ekspor produk-produk agribisnis hortikultura Thailand merupakan hasil kerja keras bertahun-tahun yang melibatkan banyak pihak, dari raja/ratu sampai pekerja agribisnis, dari dosen/peneliti sampai masyarakat umum, dan dari pemerintah/lembaga keuangan sampai pengusaha. Kisah sukses Thailand diharapkan dapat menjadi inspirasi, pelajaran dan pertimbangan bagi Indonesia dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan agribisnis hortikultura yang berorientasi pada  pasar global, yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan petani kecil hortikultura pada khususnya

Tinggalkan komentar