[13] BAB IX. STUDI KELAYAKAN USAHA

  • 2. Entreprenurship September 2011
  • MATERI POKOK BAHASAN :
  • STUDI KELAYAKAN USAHA………………………………………………….
    1. Pentingnya Studi Kelayakan Usaha…………………………………
    2. Pengertian Studi Kelayakan Usaha …………………………………
    3. Tujuan Studi Kelayakan Usaha ………………………………………
    4. Proses dan Tahapan Studi Kelayakan Usaha …………………..
    5. Aspek-aspek Penilaian …………………………………………………..
    6. Kriteria Investasi…………………………………………………………….
  • BAB IX. STUDI KELAYAKAN USAHA
  • 9.1. Pentingnya Studi Kelayakan Usaha
    • Berniat membuka usaha sendiri, tapi bingung harus mulai darimana? Memang tak mudah untuk memulai usaha, tapi jika Anda bisa menjawab pertanyaan berikut, berarti Anda siap memulainya.
    • Banyak langkah yang harus dilakukan untuk memulai sebuah usaha  (“12 Langkah Memulai Usaha“):
      1. Apakah bidang usaha yang akan digeluti itu cukup potensial? Bagaimana prospeknya?
      2. Seberapa ketat persaingannya? Siapa kira-kira yang akan menjadi pesaing usaha tersebut? Bagaimana cara menghadapinya?
      3. Apa target usaha tersebut? Bagaimana mencapainya?
      4. Dari segi hukum, apa yang perlu disiapkan? Apa saja penghalangnya?
      5. Apa nama usaha (perusahaan) itu?
      6. Berapa dana yang dibutuhkan? Bagaimana memenuhinya?
      7. Dimana usaha tersebut akan dijalankan? Apakah sudah mempersiapkan kantornya?
      8. Sarana atau peralatan apa yang dibutuhkan? Bagaimana mendapatkannya?
      9. Apa tersedia asuransi yang memadai?
      10. Apakah Anda sudah memiliki supplier atau pemasok bahan baku?
      11. Sistem manajemen seperti apa yang akan diterapkan? Siapa yang akan menjalankan operasional usaha sehari-hari? Berapa karyawaan yang dibutuhkan?
      12. Bagaimana sistem pemasaran dan distribusi produk atau jasa yang akan dihasilkan? Bagaimana agar masyarakat mengenal produk atau jasa yang akan dipasarkan?
    • Bila tidak bisa menjawab semua pertanyaan itu, maka sebaiknya Anda mengkaji ulang niat membuka usaha sendiri, sampai benar-benar siap.
    • (*) Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, maka seorang wirausaha dapat melakukan suatu Studi Kelayakan Usaha.
  • 9.2.  Pengertian Studi Kelayakan Usaha
    1. Usaha yang akan dijalankan diharapkan dapat memberikan penghasilan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Pencapaian tujuan usaha harus memenuhi beberapa kriteria kelayakan usaha. Artinya, jika diihat dari segi bisnis, suatu usaha sebelum dijalankan harus dinilai pantas atau tidak untuk dijalankan. Pantas artinya layak atau akan memberikan keuntungan dan manfaat yang maksimal.
    2. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai sesuai keinginan, apapun tujuan perusahaan (baik profit, sosial, maupun gabungan dari keduanya), apabila ingin melakukan investasi, terlebih dahulu hendaknya dilakukan sebuah studi. Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi yang akan ditanamkan layak atau tidak untuk dijalankan (dalam arti sesuai dengan tujuan perusahaan) atau dengan kata lain, jika usaha tersebut dijalankan, akan memberikan manfaat atau tidak.
    3. Untuk itu suatu usaha perlu melakukan suatu studi kelayakan usaha, yaitu suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan, usaha atau bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidak suatu usaha tersebut dijalankan.
    4. Dari pengertian tersebut, maka studi kelayakan usaha merupakan kegiatan untuk mempelajarisecara mendalam, artinya meneliti secara sungguh-sungguh data dan informasi yang ada, yang kemudian mengukur, menghitung dan menganalisis hasil penelitian tersebut dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dan penelitian yang dilakukan terhadap usaha yang akan dijalankan menggunakan ukuran tertentu, sehingga diperoleh hasil yang maksimal.
    5. Istilah kelayakan mengandung arti, bahwa penelitian yang dilakukan secara mendalam dengan tujuan untuk menentukan apakah usaha yang dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain, kelayakan dapat berarti bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan nonfinansial sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Lebih lanjut, istilah layak juga berarti bahwa suatu usaha juga dapat memberikan keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankan, tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah dan masyarakat luas.
    6. Dengan demikian dalam suatu studi kelayakan usaha akan menyangkut tiga aspek, yaitu:
      1. Manfaat sosial usaha tersebut bagi masyarakat di sekitar lokasi usaha.
      2. Manfaat ekonomis usaha tersebut bagi Negara tempat usaha itu dilaksanakan (sering disebut sebagai manfaat ekonomi nasional). Yang menunjukkan manfaat usaha tersebut bagi ekonomi makro suatu negara.
      3. Manfaat ekonomis usaha tersebut bagi usaha itu sendiri (sering disebut sebagai manfaat finansial). Yang berarti apakah usaha tersebut dipandang cukup menguntungkan apabila dibandingkan dengan risiko usaha tersebut.
  • 9.3. Tujuan Studi Kelayakan Usaha
    • Ada lima tujuan, pentingnya melakukan studi kelayakan usaha, yaitu :
      1. Menghindari risiko kerugian
        1. Studi kelayakan bertujuan untuk menghindari risiko kerugian keuangan di masa datang yang penuh ketidakpastian. Kondisi ini ada yang dapat diramalkan akan terjadi atau terjadi tanpa dapat diramalkan.
        2. Dalam hal ini fungsi studi kelayakan adalah untuk meminimalkan risiko yang tidak diinginkan, baik risiko yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan.
      2. Memudahkan perencanaan
        1. Ramalan tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, dapat mempermudah dalam melakukan perencanaan.
        2. Perencanaan tersebut, meliputi:
          • Berapa jumlah dana yang diperlukan
          • Kapan usaha akan dijalankan
          • Di mana lokasi usaha akan dibangun
          • Siapa yang akan melaksanakan
          • Bagaimana cara melaksanakannya
          • Berapa besar keuntungan yang akan diperoleh
          • Bagaimana cara mengawasinya jika terjadi penyimpangan
          • Dengan adanya perencanaan yang baik, maka suatu usaha akan mempunyai jadwal pelaksanaan usaha, mulai dari usaha dijalankan sampai pada waktu tertentu.
      3. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan
        1. Berbagai rencana yang sudah disusun akan memudahkan dalam pelaksanaan usaha.
        2. Rencana yang sudah disusun akan dijadikan acuan dalam mengerjakan setiap tahap usaha, sehingga suatu pekerjaan dapat dilakukan secara sistematis dan dapat tepat sasaran serta sesuai rencana.
      4. Memudahkan pengawasan
        1. Pelaksanaan usaha yang sesuai rencana akan memudahkan untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya uasaha.
        2. Pengawasan ini perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan dari rencana yang telah disusun.
        3. Di samping itu, pelaksanaan usaha dapat dilakukan secara sungguh-sungguh, karena ada yang mengawasi.
      5. Memudahkan pengendalian
        1. Adanya pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan dapat terdeteksi terjadinya suatu penyimpangan, sehingga dapat dilakukan pengendalian atas penyimpangan tersebut
        2. Tujuan dari pengendalian ini adalah untuk mengendalikan pelaksanaan pekerjaan yang melenceng, sehingga tujuan perusahaan akan tercapai.
    • Pihak-pihak yang berkepentingan Perusahaan yang melakukan studi kelayakan usaha akan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:
      1. Investor
        • Jika hasil studi kelayakan yang telah dibuat ternyata layak untuk direalisasikan, pendanaan dapat mulai dicari dengan mencari investor atau pemilik modal yang mau menanamkan modalnya. Bagi investor, hasil studi kelayakan memiliki arti tersendiri, karena investor akan mempelajari laporan tersebut untuk memastikan keuntungan yang akan diperoleh serta jaminan keselamatan atas modal yang akan ditanamkannya.
      2. Lembaga keuangan
        • Jika modal perusahaan berasal dari dana pinjaman bank atau lembaga keuangan lainnya, maka lembaga-lembaga tersebut akan berkepentingan terhadap hasil studi kelayakan. Bank dan lembaga keuangan lainnya tidak mau memberi kredit atau pinjaman, bila suatu usaha tersebut di kemudian hari mempunyai masalah (kredit macet). Oleh karena itu, untuk usaha-usaha tertentu pihak perbankan akan melakukan studi kelayakan terlebih dahulu secara mendalam sebelum pinjaman dikucurkan kepada pihak peminjam.
      3. Pemerintah
        • Bagi pemerintah pentingnya studi kelayakan adalah untuk meyakinkan apakah usaha yang dijalankan akan memberikan manfaat, baik bagi perekonomian secara umum maupun gaji masyarakat luas, seperti penyediaan lapangan pekerjaan. Pemerintah juga berharap usaha yang akan dijalankan tidak merusak lingkungan sekitarnya, baik terhadap manusia dan lingkungan hidup lainnya
      4. Masyarakat luas
        • Bagi masyarakat luas, adanya bisnis akan memberikan manfaat seperti tersedia lapangan kerja, baik bagi pekerja di sekitar likasi proyek maupun bagi masyarakat lainnya. Manfaat lain adalah terbukanya wailayah tersebut dari ketertutupan. Dengan adanya usaha akan memancing munculnya sarana dan prasarana bagi masyarakat.
  • 9.4. Proses dan Tahap Studi Kelayakan Usaha
    • Langkah-langkahnya:
      1. Tahap Penemuan Ide atau Perumusan Gagasan
        • Dalam tahap ini wirausaha memiliki ide untuk merintis usaha barunya. Ide tersebut kemudian dirumuskan dan diidentifikasi dalam bentuk pemikiran dan kemungkinan-kemungkinan bisnis apa saja yang paling memberikan pluang untuk dilakukan dan menguntungkan dalam jangka waktu yang panjang.
      2. Tahap Memformulasikan Tujuan
        • Dalam tahap ini dalah tahap perumusan visi dan misi
      3. Tahap Analisis
        • Tahap ini merupakan tahap penelitian, yaitu proses sistematis yang dilakukan untuk membuat suatu keputusan apakah bisnis tersebut layak dilaksanakan atau tidak. Adapun aspek-aspek yang diamati dan dicermati adalah: Aspek hokum, Aspek Pasar dan Pemasaran, Aspek Keuangan, Aspek Ekonomi Sosial serta Aspek Lingkungan
      4. Tahap Keputusan
        • Merupakan tahap akhir yang merupakan pembuatan keputusan untuk melaksanakan atau tidak suatu bisnis.
  • 9.5. Aspek-aspek dalam Penilaian
  • Tahap-tahap dalam pembuatan dan penilaian studi kelayakan hendaknya dilakukan secara benar dan lengkap.
  • Setiap tahapan memiliki berbagai aspek yang harus diteliti, diukur dan dinilai sesuai dengan ketentuan.
  • Secara umum prioritas aspek-aspek yang perlu dilakukan dalam studi kelayakan adalah:
    1. Aspek hukum
      • Dalam aspek ini yang akan dibahas adalah masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai ijin-ijin yang dimiliki.
      • Kelengkapan dokumen sangat penting karena hal ini merupakan dasar hukum yang harus dipegang, apabila di kemudian hari timbul masalah.
      • Keabsahan dan kesempurnaan dokumen dapat diperoleh dari pihak-pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan dokumen tersebut.
      • Dokumen yang diperlukan meliputi:
        1. Akte Pendirian Perusahaan dari Notaris
        2. Bentuk badan usaha, serta keabsahannya dan bentuk badan usaha tertentu, seperti PT dan Yayasan harus disahkan oleh Departemen Kehakiman
        3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
        4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
      • Di samping dokumen di atas, perusahaan juga perlu memiliki ijin-ijin tertentu, yaitu :
        1. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), diperoleh melalui Departemen Perdagangan
        2. Surat Ijin Usaha Industri (SIUI), diperoleh melalui Departemen Perindustrian
        3. Ijin domisili, diperoleh melalui kelurahan setempat
        4. Ijin mendirikan bangunan (IMB), diperoleh melalui pemerintah daerah setempat
        5. Ijin gangguan, diperoleh melalui kelurahan setempat
      • Selain itu juga dibutuhkan beberapa dokumen penting lainnya, antara lain:
        1. Bukti diri (KTP/SIM) b. Sertifikat tanah c. BPKB
    2. Aspek Pasar dan Pemasaran
      • Setiap usaha yang akan dijalankan harus memiliki pasar yang jelas.
      • Dalam aspek pasar dan pemasaran, hal-hal yang perlu dijabarkan adalah;
        1. Ada-tidaknya pasar (konsumen)
        2. Seberapa besar pasar yang ada
        3. Peta kondisi pesaing, terutama untuk produk yang sejenis
        4. Perilaku konsumen
        5. Strategi yang dijalankan untuk memenangkan persaingan & merebut pasar yang ada.
      • Untuk mengetahui ada-tidaknya pasar dan seberapa besarnya pasar, serta perilaku konsumen, maka perlu dilakukan riset pasar, dengan cara:
        1. Melakukan survey dengan terjun langsung ke pasar untuk melihat kondisi pasar yang ada. Dalam hal ini untuk mengetahui jumlah pembeli dan pesaing.
        2. Melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang dianggap memegang peranan. Dalam hal ini melakukan wawancara kepada pesaing secara diamdiam.
        3. Menyebarkan kuesioner ke berbagai calon konsumen untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen saat ini. Dalam hal ini untuk mengetahui jumlah konsumen, daya beli dan selera.
        4. Menawarkan produk dengan pemasangan iklan, seolah-olah produknya sudah ada. Dalam hal ini untuk melihat respon konsumen, waluapun produknya harus pesan terlebih dahulu.
      • Perlu diketahui bahwa, di dalam pasar, sebesanrnya dapat dibagi menjadi 2 kelompok pasar, yaitu:
        1. Pasar nyata: sekumpulan konsumen yang mempunyai minat, pendapatan dan akses pada suatu produk tertentu
        2. Pasar potensial: sekumpulan konsumen yang memiliki minat terhadap suatu produk, tetapi belum didukung oleh akses dan pendapatan. Namun suatu saat, apabila telah memiliki pendapatan dan akses, mereka akan membeli.
      • Setelah diketahui pasar dan potensinya, maka langkah selanjutnya adalah menyusun strategi pemasaran, yang meliputi:
        1. Strategi produk
        2. Strategi harga
        3. Strategi lokasi dan distribusi
        4. Strategi promosi
    3. Aspek Keuangan
      • Dalam aspek keuangan, hal-hal yang perlu digambarkan adalah jumlah investasi, biaya-biaya dan pendapatan yang akan diperoleh. Besarnya investasi berarti jumlah dana yang dibutuhkan, baik untuk modal investasi pembelian aktiva tetap maupun modal kerja, selain itu juga biaya-biaya yang diperlukan selama umur investasi dan pendapatan.
      • Untuk dapat melakukan penilaian investasi, maka sebuah perusahaan harus memubuat laporan keuangan.
      • Adapun fungsi laporan keuangan, secara umum adalah:
        1. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva dan jenis-jenis aktiva
        2. Memberikan informasi tentang jumlah kewajiban, jenis-jenis kewajiban dan jumlah modal
        3. Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari jumlah pendapat yang diperoleh dan sumber-sumber pendapatan
        4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya yang dikeluarkan berikt jenis-jenis biaya dalam periode tertentu
        5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi di dalam aktiva , kewajiban dan modal di dalam suatu perusahaan
        6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen dalam suatu periode dari hasil-hasil laporan keuangan yang disajikan.
    4. Aspek Teknik/Operasi
      • Dalam aspek teknis atau operasi, hal-hal yang perlu digambarkan adalah:
      • A. Lokasi usaha
        • Lokasi merupakan tempat melayani konsumen.
        • Dengan demikian, maka perlu dicari lokasi yang tepat sebagai tempat usaha, karena akan memberikan keuntungan sebagai berikut:
          1. Pelayanan yang diberikan kepada konsumen dapat lebih memuaskan
          2. Kemudahan dalam memperoleh tenaga kerja yang diinginkan, baik jumlah dan kualitasnya
          3. Kemudahan dalam memperoleh bahan baku atau bahan penolong dalam jumlah yang diinginkan secara terus-menerus
          4. Kemudahan untuk memperluas lokasi usaha karena biasanya sudah diperhitungkan untuk usaha perluasan lokasi sewaktu-waktu
          5. Memiliki nilai atau harga ekonomi yang lebih tinggi di masa yang akan datang
          6. Meminimalkan terjadinya konflik, terutama dengan masyarakat dan pemerintah setempat
      • B. Penentuan layout/tata letak
        • Penentuan layout/tata letak perlu dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan faktor keamanan, kenyamanan, keindahan, efisiensi, biaya, fleksibilitas.
        • Dengan pertimbangan di atas, maka akan diperoleh keuntungan sebagai berikut:
          1. Ruang gerak untuk beraktivitas dan pemeliharaan memadai. Artinya suatu ruangan didesain sedemikian rupa, sehingga tidak terkesan sumpek. Kemudian layout juga harus memudahkan untuk melakukan pemeliharaan ruangan atau gedung.
          2. Pemakaian ruangan menjadi efisien. Artinya pemakaian ruangan harus dilakukan secara optimal, jangan sampai ada ruangan yang menganggur atau tidak terpakai karena hal ini akan menimbulkan biaya bagi perusahaan.
          3. Aliran material menjadi lancar. Artinya jika layout dibuat secara benar, maka produksi menjadi tepat waktu dan tepat sasaran.
          4. Layout yang tepat memberikan keindahan, kenyamanan, kesehatan dan keselamatan kerja yang lebih baik, sehingga memberikan motivasi yang tinggi kepada karyawan. Di samping itu, pelanggan pun betah untuk bertransaksi atau berurusan dengan perusahaan.
          5. Teknologi yang digunakan. Teknologi yang digunakan harus sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini dan yang akan datang, serta harus disesuaikan dengan luas produksi, supaya tidak terjadi kelebihan kapasitas.
          6. Volume produksi. Volume produksi harus relevan dengan potensi pasar dan prediksi permintaan, sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan kapasitas. Volume operasi yang berlebihan akan menimbulkan masalah dalam penyimpanan, sedangkan volume produksi yang kurang akan menyebabkan hilangnya pelanggan.
          7. Bahan baku dan bahan penolong. Bahan baku dan bahan penolong serta sumber daya yang diperlukan harus cukup tersedia. Persediaan tersebut harus sesuai dengan volume produksi.
          8. Tenaga kerja. Meliputi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan kualifikasi yang sesuai dengan pekerjaan yang ada agar penyelesaian pekerjaan bisa lebih cepat, tepat dan hemat.
    5. Aspek Ekonomi Sosial
      • Gambaran dalam aspek ekonomi adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan jika proyek tersebut dijalankan.
      • Pengaruh tersebut terutama terhadap ekonomi secara luas serta dampak sosialnya terhadap masyarakat secara keseluruhan.
      • Dampak ekonomi meliputi:
        1. Jumlah tenaga kerja yang tertampung, baik yang bekerja di pabrik maupun masyarakat yang di luar pabrik
        2. Peningkatan pendapatan masyarakat
      • Demikian pula, perusahaan perlu mencamtumkan dampak sosial yang ada dalam hasil penelitian.
      • Dampak sosial yang muncul akibat adanya usaha berupa tersedianya sarana dan prasarana, antara lain:
        1. Pembangunan jalan
        2. Penerangan
        3. Sarana telepon
        4. Sarana air minum
    6. Aspek Dampak Lingkungan
      • Aspek dampak lingkungan merupakan analisis yang paling dibutuhkan pada saat ini, karena setiap proyek yang dijalankan akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap lingkungan di sekitarnya, antara lain:
        1. Dampak terhadap air
        2. Dampak terhadap tanah
        3. Dampak terhadap udara
        4. Dampak terhadap kesehatan manusia
        5. Pada akhirnya pendirian usaha akan berdampak terhadap kehidupan fisik, flora dan fauna yang ada di sekitar usaha secara keseluruhan.
  • (Lebih Rinci ada di Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Usaha Diktat Ilmu Ekonomi Umum [IEU]).
  • 9.6. Kriteria Investasi
  • A. Keuntungan & Kelemahan Kriteria NPV dlm Pengurutan Peluang Investasi
  • Asumsi  pokok yang mendasari penggunaan kriteria NPV adalah bahwa ada kemungkinan untuk menanamkan sejumlah modal dengan selisih investasi (antara dua buah proyek) yang dapat memberikan NPV positif. Dengan kata lain, proyek marjinal calon penampung dana yang terjadi karena tidak dilaksanakannnya salah satu proyek memberikan rate of return yang sama dengan discount rate social atau opportunity cost modal yang dipergunakan dalam menghitung NPV.
  • Namun jika jumlah investasi yang dimiliki terbatas, maka keterbatasan itu akan mengubah sasaran utama perencana/penilai proyek untuk mencari proyek yang penggunaannya paling menguntungkan daripada mencari proyek yang memberikan NPV paling tinggi.
  • Meskipun berpegang pada discount rate sosial dan adanya proyek marjinal yang mengembalikan tingkat rendemen, selalu ada kemungkinan adanya proyek baru dengan rate of return yang lebih tinggi. Pelaksanaannya tergantung pada penghematan sumber-sumber sehubungan dengan alokasi dana kepada proyek lain, yang rentabilitasnya belum diketahui secara pasti saat alokasi itu dibuat.
  • Jadi, disamping NPV yang peka terhadap skala proyek, kita biasanya terus mencari ukuran tentang efisiensinya, yaitu semacam indeks yang mengaitkan keuntungan proyek dengan biaya investasi. Keempat kriteria investasi lainnya (IRR, Net B/C, Gross B/C dan PV’/’K) dikembangkan dalam rangka pencarian tersebut.
  • Selain itu perlu diperhitungkan kemungkinan adanya kaitanantara skala masing masing alternative investasi dengan discount rate yang sebaiknya digunakan dalam menghitung NPV. Dalam membandingkan suatu alternatif yang merupakan mutually exclusive alternative, diasumsikan hanya satu discount rate yang digunakan untuk menghitung NPV. Di lain pihak, jelas bahwa pengalokasian sejumlah dana untuk salah satu alternatif (dengan biaya yang lebih tinggi) akan meniadakan serangkaian proyek pada batas pelaksanaan yang lebih banyak daripada proyek yang dikorbankan bila proyek tersebut memilih alternatif biaya yang lebih sedikit. Dengan kata lain, identitas proyek marjinal dapat berubah pula. Khususnya discount rate relevan dapat lebih tinggi dalam hal alternative yang lebih tinggi.
  • Jelasnya, bahwa penggunaan discount rate yang semakin tinggi menurut skala proyek akan lebih memajukan alternatif yang relatif murah. Prosedur ini merupakan pendekatan dalam rangka mencari indeks efisiensi penggunaan modal sambil tetap berpegang pada NPV sebagai kriteria investasi. Selain itu, diubahnya discount rate  sesuai dengan besarnya biaya netto masing-masing alternative kurang praktis dalam usaha evaluasi proyek,apalagi jika adanya unsure ketidakpastian sehubaungan dengan perkiraan tingkat rendemen semua proyek,termasu proyek marjinal.
  • B. Perbandingan Net B/C dengan NPV sebagai kriteria investasi
  • Kriteria investasi Net B/C merupakan indeks efisiensi yang perhitungannya mempergunakan data yang sama seperti NPV. Jika a melambangkan present value jumlah sisa (B- C) yang positif, dan b adalah present value jumlah sisa yang negatif, maka NPV yang merupakan a – b dan Net B/C adalah a/b. Perhitungan present value sehubungan dengan kriteria tersebut menggunakan dicount rate yang sama, sedangkan indeks efisiensi dalam penggunaan modal, Net B/C tidak terpengaruh oleh skala proyek, misalnya proyek yang biaya serta benefitnya dua kali lebih besar daripada proyek lain, menghasilkan NPV dua kali lebih besar juga, sedangkan nilai Net B/C tidak berubah ( jika a – b = c, maka 2a – 2b = 2c, sedangkan a/b = d, maka 2a/2b = a/b yang artinya tetap sama dengan d )
  • Kemungkinan terjadinya pertentangan antara kedua kriteria dalam rangka mengurutkan alternatif dalam investasi dapat dijelaskan dengan perbandingan ketiga bentuk proyek Y yang disajikan dalam tabel di bawah ini :
  • Entre-21
  • Bila dilihat dari cara atau alternatif yang paling menguntungkan pada kondisi rendemen di atas discount rate sosial dalam penggunaan-penggunaan di luar proyek Y, maka alternatif yang harus dipilih supaya menguntungkan ialah ketiga bentuk tersebut didasarkan pada kriteria Net B/C yaitu bentuk c. Sedangkan bila dianggap discount rate sosial betul-betul mencerminkan tingkat rendemen yang dapat diperoleh dengan penggunaan alternatif penghematan sumber dari proyek Y, maka yang harus dipilih alternatif dengan nilai NPV tertinggi tanpa peduli skala biaya yaitu bentuk b.
  • C. Perbandingan IRR dengan NPV dan Net B/C
  • Entre-22
  • Persamaan tersebut dipecah sehingga menghasilkan IRR= nilai i yang membuat NPV proyek sama dengan nol.
  • Jadi bisa dikatakan bahwa IRR merupakan suatu dicount rate khusus yaitu discount rate yang membuat NPV sama dengan nol, dalam konteks tersebut tidak ada hubungannya dengan discount rate yang dihitung berdasarkan data di luar proyek sebagai social oppurtunity cost faktor produksi modal yang berlaku dalam masyarakat.
  • Mengingat perhitungan IRR tidak tergantung pada discount rate sosial, maka kriteria IRR dapat dipergunakan sebagai indeks pengurutan dua atau lebih proyek.
  • Di lain sisi, jika IRR digunakan untuk pengambilan keputusan go / no-go, maka nilainya perlu dibandingkan dengan tingkat discount rate sosialnya, dalam hal ini penghitungan IRR tidak menambah keterangan yang disediakan dari penghitungan NPV.
  • Namun demikian, bila mengacu kembali kepada pembahasan tentang kriteria NPV dan Net B/C, apabila kita menentukan efisiensi dalam penggunaan modal, maka kriteria IRR yang paling luas penerapannya.
  • Misalnya, IRR merupakan kriteria utama yang dipergunakan oleh bank dunia dalam mengevaluasi permintaan pinjaman. Jelas bahwa adanya suatu indeks yang dapat dibandingkan dengan angka-angka seperti tingkat suku bunga, reabilitas investasi swasta serta oppurtunity cost faktor produksi modal sangat menarik dari sudut pandang lembaga kredit.
  • Wir-39Ternyata proyek A mempunyai IRR sebesar 50%, sedangkan proyek B hanya mempunyai IRR sebesar 30,38%. Pada tingkat discount rate 13,33%, NPV kedua proyek betul-betul sama (324 juta). Pada semua discount rate yang terletak di bawah tingkat itu, NPV proyek B lebih tinggi daripada NPV proyek A, dan sebaliknya
  • Entre-23
  • Dari gambar dapat dilihat bahwa cross over discount rate terjadi apabila salah satu dari kedua proyek mempunyai :
    1. Benefit netto nominal – yaitu NPV pada discount rate sebesar nol – yang lebih besar, yang berarti bahwa titik potong pada sumbu vertikalnya lebih tinggi (misal, nilai 700 relatif terhadap nilai 500 dalam gambar)
    2. Internal Rate of Return (IRR) – yaitu tingkat discount rate yang menjadikan NPV = 0 yang lebih rendah (misalnya, nilai 30,38% dibandingkan dengan 50% dalam gambar)
  • Tidak sulit dilihat adanya cross over discount rate dalam contoh sederhana ini karena benefit netto nominal yang lebih besar dalam proyek B baru terwujud satu tahun sesudah terwujudnya benefit proyek A. Maka semakin tinggi discount rate yang dipergunakan, semakin menurun secara proporsional present value suatu nilai yang terwujud dalam tahun t, dibandingakan dengan PV nilai dari tahun – tahun yang lebih awal. Jadi, tiap kenaikan discount rate mengurangi angka perbandingan NPV proyek yang benefit netto nominalnya lebih besar tetapi lebih lambat terwujudnya, terhadap NPV proyek laennya.
  • Benefit netto yang lebih besar dapat mengimbangi penundaan terjadinya benefit, sehingga proyek itu mempunyai IRR yang lebih tinggi. Misalnya, jika benefit proyek B dalam tahun ke 2 adalah sebesar 2,56 milyar (lebih besar daripada 1,7 milyar), maka IRR proyek B akan menjadi sebesar 60% (sebab 1,60² = 2,56, dan karenanya melebihi IRR proyek A yang besarnya 50%.
  • Secara umum dapat dikatakan, bahwa apabila dua proyek memenuhi syarat 1 dan 2 di atas (urutan nilai benefit nominal netto berlwanan dengan urutan IRR), maka arus benefit netto proyek dengan IRR yang tertinggi (dalam hal ini proyek A) dapat disesuaikan atas dasar social opportunity cost factor produksi modal – yaitu dengan menganggap bahwa sebagian dari benefitnya ditanamkan kembali, atau untuk tahun – tahun tertentu diasumsikan bahwa penyelenggara proyek meminjam dan menanmkan uang sejumlah benefit tersebut pada tingkat rendemen yang sama – demi mencermin kan pola arus benefit proyek lainnya.
  • Kesimpulannya dapat dikemukakan bahwa kedua criteria IRR dan Net B/C dapat memberikan urutan atau pilihan yang berbeda apabila terdapat cross over discount rate, dimana social opportunity cost yang dipergunakan sebagai discount rate social lebih rendah daripada cross over discount rate tersebut. Sebaliknya, bila tidak terdapat cross over discount rate ataupun discount rate social yang lebih tinggi dari angka tersebut, kriteria IRR dan Net B/C akan memberikan urutan / pilihan yang sama.
  • D. Kesimpulan.
  • Andaikata benar bahwa tidak mungkin mendapatkan rendemen diatas discount rate saicial melalui investasi sumber – sumber yang dihemat berdasarkan dipilihnya alternative yang relative murah diantara berbagai mutually exclusives alternatives, maka maksimalisasi net present value (NPV) merupakan pendekatan optimal dalam pemilihan proyek. Di laen pihak dalam prakteknya, kita selalu sadar akan adanya keterbatasan dana maupun kemungkinan mendapatan rendemen diatas discount rate yang sedan dipergunakan, apabila kita menghemat dana pada suatu proyek demi mengarahkannya pada proyek lain.
  • Oleh karena itu, sering kali dicari criteria investasi tambahan berupa indeks yang menghubungkan jumlah keuntungan yang diharapkan dari proyek dan skala investasi yang dibutuhkannya. Kriteria Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR) telah dikembangkan dalam rangka pencarian tersebut.
  • Kriteria Net B/C mempergunakan discount rate social yang sama seperti NPV, dan merupakan susunan kembali data yang masuk dalam perhitungan NPV. Di lain pihak, perhitungan IRR tidak dipengaruhi oleh tingkat discount rate social, walaupun keputusan “go / no go” untuksuatu proyek tidak mungkin dilakukan tanpa perkiraan tingkat discount rate social tersebut.
  • Apabila pola pembagian benefit dari berbagai alternative proyek berbeda dari waktu ke waktu maka dapat terjadi cross over discount rate, artinya, pada social opportunity cost factor produksi modal atau discount rate social di bawah tingkat tertentu, NPV atau Net B/C dan IRR memberikan pilihan yang berbeda antara berbagai alternative pelaksanaan suatu proyek atau dalam pengurutan berbagai jenis proyek. Keputusan yang menentukan tentang pilihan proyek tidak dapat dilakukan tanpa asumsi, eksplisit maupun implicit, mengenai tingkat social opportunity cost factor produksi modal yang berlaku sebagai discount rate social.
  • Wir-42

Tinggalkan komentar