Artikel

  • KERANGKA ACUAN 
    SUB PROGRAM PRODUK, KOMODITI DAN TEKNOLOGI
    TOPIK PROGRAM OLEOPALM TECHNOLOGY (TEKNOLOGI MINYAK SAWIT)
  • Pendahuluan
  • Indonesia memperoleh pengalaman yang berharga dari krisis ekonomi yang melanda negara-negara di Asia Timur, kecuali Indonesia negara-negara seperti Korea Selatan, Cina, Thailand dan sebagainya segera dapat pulih, paling lama dalam waktu dua tahun. Tanda–tanda utama dari pemulihan ekonomi yang cepat itu adalah memperkuat kembali ekonominya pada sumber daya nasional dan berbasis riset baik pada industri maupun pertaniannya. Hal itu secara nyata adalah usaha prinsip untuk mengurangi ketergantungan kehidupan ekonomi nasional pada teknologi dan sumberdaya luar. Disamping itu juga sekaligus memperbaiki kondisi lingkungan hidup untuk mendapatkan kepercayaan yang tinggi dalam bidang perdagangan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sebab mendasar dari lemahnya ekonomi industri Indonesia adalah kurang atau tidak terdukung oleh kemampuan riset dalam negeri, sehingga tidak lahir inovasi, kreativitas dalam mengembangkan, mendobrak dan menciptakan pasar bagi hasil industrinya dan kebanggaan pengembangan Iptek.
  • Di pihak lain terjadi pula peningkatan kinerja yang mampu bertahan pada masa krisis tersebut adalah ekonomi yang berorientasi pada sumberdaya nasional. Sub sektor perkebunan (26%), perikanan (4,1%), hasil home industri (1%), dan tanaman bahan pangan (1,1%) dapat memberikan sumbangan besar pada ketahanan ekonomi nasional sekaligus juga menjadi faktor penyelamat krisis ekonomi khususnya dalam sektor ketenagakerjaan dan pengembangan potensi daerah.
  • Pengalaman berkarya juga diperoleh dari industri hilir pengelolaan tebu menjadi gula, juga pengolahan coklat, kina, teh, kopi dan tembakau yang tidak berkembang. Pada masa lalu komoditas di atas tersebut merupakan unggulan dari Indonesia sejak zaman Hindia Belanda, nomor satu di dunia.  Sekarang ini semuanya sudah tertinggal oleh banyak negara lain, salah satu penyebab ketertinggalan tersebut adalah tanpa adanya dukungan riset yang kuat dan sistematik. Indonesia mulai tahun 2005 memproyeksikan diri untuk menjadi produsen sawit terbesar dunia, yaitu sebesar 2.5 – 3.5 juta per tahun. Selama ini produk terbesar adalah minyak sawit yaitu CPO danPKO, umumnya sebagai bahan baku minyak goreng dan komoditas ekspor. Tidak lebih dari 10% diproses lebih lanjut sebagai produk hilir. Dalam hal ini sebagian besar dibuat minyak goreng dan hanya 3% menjadi bahan oleokimia sawit. Ekspor CPO danPKO ke negara lain adalah sebagai bahan baku industri oleokimia yang bernilai tambah lebih tinggi. Jika proses hilir dapat dilakukan di Indonesia, maka tentu dapat mengalihkan sebagian nilai tambah tersebut ke dalam negeri.
  • Untuk mendukung maksud dalam uraian di atas, diperlukan suatu program riset yang dapat mendukung proyeksi sebagai produsen minyak sawit  terbesar dunia. Khususnya dalam hal ini adalah riset mendukung industri hilir pengolahan hilir atau lanjut dari CPO maupun PKO. Secara tidak langsung program ini memperkuat pengembangan agroindustri yang berbasis sumberdaya nasional. Riset yang dicakup dalam program ini adalah meliputi sintesis kimia dan bioteknologi termasuk perekayasaan industri serta pengkajian sosial budaya & sosial ekonomi. Secara menyeluruh, riset-riset tersebut menjadi pengembangan riset Oleo Palm Technology. Sebagai basis dukungan terhadap industri hilir sawit dan pengembangan ilmu mendasar dalam bidang oleo palm. Agar pada waktunya Indonesia dapat menjadi salah satu kiblat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi minyak sawit sebagai bagian dari kelompok minyak tumbuhan. Suatu saat nanti berpotensi seperti fungsi minyak bumi atau petrokimia sehingga dapat menggantikannya.
  • Krisis ekonomi Indonesia yang terjadi mulai tahun 1997 menunjukkan bahwa kekuatan industri di berbagai bidang terlihat sangat lemah. Salah satu faktor penyebab utama adalah besarnya ketergantungan Iptek dan bahan baku dari luar negeri. Teknologi tinggi yang diterapkan untuk memacu kemajuan dan mengejar ketinggalan ternyata juga sangat rapuh. Selain itu, industri kecil dan menengah yang tersebar diseluruh negeri ikut terimbas oleh krisis tersebut. Salah satu sebab mendasar dari lemahnya struktur industri di Indonesia adalah bahwa industri tidak atau kurang didukung oleh kemampuan riset di dalam negeri. Tidak ada inovasi, kreativitas untuk mengembangkan, mendobrak dan menciptakan pasar untuk hasil-hasil industrinya.
  •  Kelapa Sawit di Indonesia
  • Apabila dilihat dan dicermati, terbukti bahwa kegiatan yang diorientasi pada resource-based pada umumnya memiliki kinerja yang masih baik, terutama pada subsektor perkebunan, kehutanan, perikanan dan pertambangan, tetapi bukan migas. Dan jika dipandang dari sudut ketenagakerjaan, tampak bahwa sektor berbasis pertanian/perkebunan  merupakan salah satu sektor penyelamat dalam menghadapi krisis tersebut.
  • Ekspor industri agro tahun 1999 total nilai mencapai US $ 3,14 milyar, yang didominasi oleh 10 kelompok industri agro mencapai US $ 2,69 milyar atau 86%. Namun demikian pada tahun 2000 ekspor industri agro mengalami penurunan sebesar 4,6% dan hanya mencapai US $ 3,00 milyar. Penurunan tersebut disebabkan ekspor 10 besar komoditi industri agro mengalami penurunan, pada tahun 2000 menjadi US $ 2,52 milyar. Adapun kinerja impor untuk 10 komoditi industri agro mengalami kenaikan pada tahun 2000 apabila dibandingkan dengan tahun 1999, yaitu impor tahun 1999 sebesar US $ 0,67 milyar naik menjadi US $ 1,05 milyar pada tahun 2000 (naik 56,7%). Kenaikan impor tersebut dipicu oleh tingginya impor pakan ternak/ikan, susu dan makanan dari susu, serta kulit samak. Kelompok industri agro sumbangan pada Product Domestic Bruto (PDB) pada tahun 1999 yang sebesar Rp 51,1 trilyun, sedikit meningkat pada tahun 2000 menjadi Rp 51,5 trilyun terhadap perekonomian nasional. Malahan, beberapa industri agro mampu berkembang melalui investasi baru, perluasan kapasitas produksi dan peningkatan pemanfaatan kapasitas yang dimiliki.
  • TumbuhanUnik-01Pertanian Unik-17P-08

Tinggalkan komentar