06. Diktat Aneka Ternak-Cacing Tanah

  • 5. IP Aneka Ternak Oktober 2014
  • 6.1. Sejarah Singkat
    Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
  • 6.2. Sentra Peternakan
    Sentra peternakan cacing terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan sekitarnya.
  • 6.3. Filum Cacing
    Berbicara masalah cacing, maka berdasarkan Klasifikasi Filumnya terbagi menjadi :

    1. Filum  Platyhelmintes  (Cacing Pipih)
    2. Filum  Nemathelminthes  (Cacing Gilig)
    3. Filum  Annelida  (Cacing Bersegmen)
  • 6.3.1. Filum  Platyhelmintes  (Cacing Pipih)
    A. Ciri Utama Yang Dimiliki :

    1. Bentuk tubuh pipih, dan simetri bilateral.
    2. Aselomata (belum memiliki rongga tubuh).
    3. Bersifat hermaprodit.
    4. Memiliki sistem organ sederhana (Ex : 1. sistem pencernaan terdiri atas mulut, faring, usus & tanpa anus. 2. Respirasi melalui difusi di permukaan tubuhnya, dll)
    5. Hidup secara bebas, dan ada pula yang parasit.
  • B. Klasifikasi Filum Platyhelminthes
    Klasifikasi didasarkan pada cara hidup dan struktur tubuh yang dimiliki:
    Ada 3 Kelas, yaitu :

    1. Turbellaria—diwakili oleh planaria (hidup bebas)
    2. Trematoda—diwakili oleh cacing hisap (parasit)
    3. Cestoda—diwakili oleh cacing pita (parasit).
  • B.1. Kelas Turbellaria / Cacing Berambut Getar
  • Contohnya  Planaria (Dugesia sp)
    1. Memiliki silia sebagai alat bantu bergerak
    2. Merupakan cacing pipih yang hidup secara bebas/tidak parasit.
    3. Habitat di air tawar (kolam, danau atau sungai yang bersih)
    4. Pemakan sisa-sisa makhluk hidup yang sudah mati
    5. Bernafas melalui difusi pada permukaan tubuhnya
    6. Reproduksi melalui : Seksual atau Aseksual (fragmentasi)
    7.  Hermaprodit
  •  
  •  
  •  
  • 6.3.2. Filum  Nemathelminthes  (Cacing Gilig)
  • Ciri Utama Yang Dimiliki :
    1. Tubuh simetri bilateral, bulat panjang, bagian anterior dan posterior runcing.
    2. Ditemukan hampir di semua tempat – darat, air tawar, laut, kebanyakan adalah parasit.
    3. Memiliki rongga tubuh semu (Pseudoselom)
    4. Biasanya bukan hermaprodit (1 individu jantan dan betina terpisah – betina umumnya berukuran lebih besar).
    5. Saluran pencernaan sempurna-mulut sampai dengan anus
  •  
  •  
  •  
  •  
  • 3. Enterobius vermicularis / Cacing Kremi
    1. Parasit yang menyerang anak-anak.
    2. Menginfeksi manusia melalui makanan yang dipegang dengan tangan yang kotor dan terinfeksi telur cacing.
    3. Cacing dewasa memiliki panjang sekitar ½ inchi.
    4. Hidup sebagai parasit pada usus besar, dan bila bertelur akan menuju ke anus.
  • 4. Wuchereria Bancrofti / Cacing Filaria
  • 6.3.3. Filum  Annelida  (Cacing Bersegmen)
    Ciri Utama Yang Dimiliki :

    1. Tubuh memiliki ruas-ruas /segmen tubuh yang jelas
    2. Simetri bilateral
    3. Tubuh berongga (memiliki selom) berisi cairan yang membantu pergerakan
    4. Sistem organ telah berkembang baik. Saluran pencernaan lengkap, sistem peredaran darah tertutup, dan sistem syaraf tangga tali
    5. Secara umum hidup bebas, walaupun ada yang bersifat parasit eksternal pada hewan dan manusia
  • Klasifikasi Annelida
    Filum Annelida diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu :

    1. Hirudinea—lintah (hidup di air tawar, bersifat parasit)
    2. Polychaeta—cacing pasir (umumnya hidup di laut)
    3.  Oligochaeta—cacing tanah (hidup di tanah dan air tawar)
  • A.Hirudinae
    1. Hidup di air tawar, bersifat parasit eksternal
    2. Menghisap darah inang dengan alat penghisap di setiap ujung tubuhnya
    3. Dalam menghisap darah, lintah mengeluarkan zat antikoagulan (anti pembekuan darah).
    4. Kini digunakan dalam pengobatan
  • B.Oligochaeta / Cacing tanah
  • Berguna dalam meningkatkan aerasi tanah sehingga meningkatkan kesuburan tanah
  • Memiliki saluran pencernaan lengkap dimulai dari mulut sampai anus
  • Tubuhnya dilapisi kutikula dan lendir yang dihasilkan oleh kulit epidermis membantu agar terhindar dari kekeringan
    • Respirasi menggunakan permukaan kulitnya
    • Tubuh memiliki rangka hidrostatik
    • Hermaprodit
  • 6.4. CACING TANAH
  • 6.4.1. Klasifikasi Ilmiah 
  • 6.4.2. Jenis
    Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus. Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus.
    Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi jenis lain. Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan.
    Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung. Cacing tanah jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah kecokelatan dengan jumlah segmen 75-165 dan klitelumnya terletak pada segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak manja sehingga dalam pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius. Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua jenis yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak banyak bergerak
  • 6.4.3. Anatomi
  • 6.4.4. Sistem Pencernaan Cacing Tanah
  • 6.4.5. Reproduksi
  • 6.4.6. Ekresi Cacing Tanah
  • 6.4.7. Aktivitas antimikroba
    Cacing tanah merupakan hewan verteberata yang hidup di tempat yang lembab dan tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki sekitar 50 – 70%. Selain tempat yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi kehidupan cacing seperti pH tanah, temperatur, aerasi, CO2, bahan organik, jenis tanah, dan suplai makanan.
    Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan organik merupakan dua faktor yang sangat poenting. Kisaran pH yang optimal sekitar 6,5 – 7,2. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar antara 21-30 derajat celcius.
    Cacing yang dapat mempercepat proses pengomposan sebaiknya yang cepat berkembang biak, tahan hidup dalam limbah organik, dan tidak liar. Dari persyaratan tersebut, jenis cacing yang cocok yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia foetida, dan Pheretima asiatica. Cacing ini hidup dengan menguraikan bahan organik. Bahan organik ini menjadi bahan makanan bagi cacing. Untuk memberikan kelembaban pada media bahan organik, perlu ditambahkan kotoran ternak atau pupuk kandang. Selain memberikan kelembaban, pupuk kandang juga menambah karbohidrat, terutama selulosa, dan merangsang kehadiran mikroba yang menjadi makanan cacing tanah.
    Cacing tanah merupakan makhluk yang telah hidup dengan bantuan sistem pertahanan mereka sejak fase awal evolusi, oleh sebab itu mereka selalu dapat menghadapi invasi mikroorganisme patogen di lingkungan mereka. Penelitian yang telah berlangsung selama sekitar 50 tahun menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki kekebalan humoral dan selular mekanisme. Selain itu telah ditemukan bahwa cairan selom cacing tanah mengandung lebih dari 40 protein dan pameran beberapa aktivitas biologi sbb: cytolytic, proteolitik, antimikroba, hemolitik, hemagglutinating, tumorolytic, dan kegiatan mitogenic.
    Cairan dari selom foetida Eisenia Andrei telah diteliti memiliki sebuah aktivitas antimikroba terhadap Aeromonas hydrophila dan Bacillus megaterium yang dikenal sebagai patogen cacing tanah. Setelah itu diperoleh dua protein, bernama Fetidins, dari cairan selom cacing tanah dan menegaskan bahwa aktivitas antibakteri ini disebabkan karena fetidins. Lumbricus rubellus juga memiliki dua agen antibakteri bernama Lumbricin 1 dan Lumbricin 2. Baru-baru ini, dua jenis faktor antibakteri yang mempunyai aktivitas seperti lisozim dengan aktivitas hemolitik serta pengenalan pola protein bernama selom cytolytic faktor (CCF) telah diidentifikasi dalam foetida Eisenia cacing tanah.Lysenin protein yang berbeda dan Eisenia foetida lysenin-seperti protein memiliki beberapa kegiatan yang diberikan cytolytic hemolitik, antibakteri dan membran-permeabilizing properti.
    Protein yang dimiliki oleh cacing tanah memiliki mekanisme antimikroba yang berbeda dengan mekanisme antibiotik. Antibiotik membunuh mikrorganisme tanpa merusak jaringan tubuh. Antibiotik membunuh mikroganisme biasanya dengan dua cara, yaitu dengan menghentikan jalur metabolik yang dapat menghasilkan nutrient yang dibutuhkan oleh mikroorganisme atau menghambat enzim spesifik yang dibutuhkan untuk membantu menyusun dinding sel bakteri. Sedangkan, mekanisme yang dilakukan oleh protein yang dimiliki oleh cacing tanah adalah dengan membuat pori di dinding sel bakteri. Hal ini menyebakan sitoplasma sel bakteri menjadi terpapar dengan lingkungan luar yang dapat mengganggu aktivitas dalam sel bakteri dan menyebabkan kematian. Dengan cara ini, bakteri menjadi lebih susah untuk menjadi resisten karena yang dirusak adalah struktur sel milik bakteri itu sendiri.
  • 6.5. Manfaat
    Dalam bidang pertanian, cacing menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman.
  • Selain itu juga cacing tanah dapat digunakan sebagai:
    1. Bahan Pakan Ternak
      Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang dan kodok.
    2. Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit.
      Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.
    3. Bahan Baku Kosmetik
    4. Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik.
    5. Makanan Manusia
      Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau Ayam.
  • 6.6. PEDOMAN TEKNIK BUDIDAYA
    6.6.1. Persyaratan Media dan Lokasi

    1. Tanah sebagai media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam jumlah yang besar.
    2. Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya.
    3. Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau ph sekitar 6,5 -7,2. Dengan kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi.
    4. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 50-70 %.
    5. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon adalah sekitar 21–30 derajat C atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat C masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembaban optimal.
    6. Lokasi pemeliharaan cacing tanah diusahakan agar mudah penanganan dan pengawasannya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung, misalnya di bawah pohon rindang, di tepi rumah atau di ruangan khusus (permanen) yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak meneruskan sinar dan tidak menyimpan panas.
  • 6.6.2.  Penyiapan Sarana dan Peralatan
    Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat. Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak bertingkat sebagai tempat wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang dapat pula tanpa dinding (bangunan terbuka). Model-model sistem budidaya, antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk, pancing bertingkat atau pancing berjajar
  • Kotak untuk memelihara cacing dapat memakai papan kayu atau bahan dari plastik maupun dari kaca. Jangan lupa untuk melubangi bagian bawah kotak sehingga dapat menampung ‘pupuk cair’ yang keluar.
    Kotak untuk memelihara cacing dapat memakai papan kayu atau bahan dari plastik maupun dari kaca. Jangan lupa untuk melubangi bagian bawah kotak sehingga dapat menampung ‘pupuk cair’ yang keluar. ‘Pupuk cair’ adalah cairan yang dihasilkan oleh cacing, bagus untuk tanaman! Dapat dengan mudah ditampung dalam nampan yang diletakkan dibawah kotak  cacing anda. Makin basah makanan untuk cacing makin banyak pupuk cair yang akan didapat. Perhatian! Pastikan anda memasang mangkuk berisi oli dikaki-kaki kotak untuk menghindari serangan semut.
  • 6.6.3.Pembibitan
    Dalam pembuatan casting, penyediaan bibit cacing merupakan hal yang utama. Bibit ini dapat diperoleh di peternak cacing. Dengan membeli di peternak, cacing yang diperoleh telah jelas jenis, umur dan beratnya. Di peternak, bibit cacing dijual per kilogram.
    Dalam membeli cacing tersebut, perlu disediakan wadah untuk membawanya. Wadah ini dapat berupa wadah plastik yang biasanya juga untuk budidaya cacing. Wadah ini kemudian diisi media (biasanya dari peternak) lalu diisi cacing yang telah ditimbang. Untuk mengurangi sinar matahari, wadah ditutup dengan potongan batang pisang.
    Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung.
  • a) Pemilihan Bibit Calon Induk
    Sebaiknya dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan dalam jumlah yang besar. Namun bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan.
  • b) Pemeliharaan Bibit Calon Induk
    Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara:

    1. Pemeliharaan cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang digunakan. Cacing tanah dapat dipilih yang muda atau dewasa. Jika sarang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah dewasa.
    2. Pemeliharaan dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan ke bak lain.
    3. Pemeliharaan kombinasi cara a dan b.
    4. Pemeliharaan khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke bak lain.
    5. Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.
  • c) Sistem Pemuliabiakan
    Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit. Beberapa bibit cacing tanah diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah). Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing tanah itu betah dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing akan berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara disiram dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat berwarna bening (tidak berwarna hitam atau cokelat tua).
  • d) Reproduksi, Perkawinan
    Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina pada bagian ventral atau ventro lateral dalam satu tubuh. Cacing dewasa kelamin ditandai dengan adanya klitelum ( seperti cincin atau pelana berwarna muda mencolok melingkari tubuh sepanjang segmen tertentu) pada umur 2,5 bulan. Klitelum terkait dengan produksi kokon. Klitelum pada spesies L. rubellus dimulai pada segmen 22 memanjang 4 sampai 10 segmen ke posterior. Alat kelamin jantan dan betina terdapat mulai segmen 9 sampai 15 menurut spesies.
    Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri. Untuk menghasilkan telur fertil, cacing harus mencari pasangan dan saling menukar sperma yang akan membuahi sel telur. Pembuahan akan terjadi dalam masing-masing lubang kelamin betina.
    Setelah pembuahan, sepanjang permukaan klitelum akan mengeluarkan lendir yang akan mengeras dan bergerak ke belakang terdorong oleh gerak maju cacing. Pada saat melewati lubang kelamin betina, telur-telur yang sudah dibuahi akan masuk ke dalam selubung kokon tersebut.
    Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur. Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor. Diperkirakan 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.
  • 6.6.4.Pemeliharaan
    Langkah-langkah teknis untuk mulai memelihara cacing, yaitu :

    1. Masukkan kompos setebal 15 cm kedalam kotak
    2. Potong kecil-kecil sisa sayur dan masukkan kedalam kotak
    3. Tambahkan sedikit air kedalam media agar cukup basah
    4. Aduk semuanya, gunakan sarung tan­gan karet jika mau
    5. Perlahan masukkan 1 kg cacing  kedalam kotak
    6. Jika cacing masuk kedalam media – berarti mereka  merasa nyaman.
    7. Jika mereka diam atau berusaha naik, berarti ada kesalahan pada campuran media anda.
    8. Tutuplah penutup kotak dengan benar untuk menghindari masuknya pemangsa cacing! Penutup kotak bisa terbuat dari kawat kasa, karet, plastik, seng atau kayu, pastikan ada lubang lubangnya sebagai ventilasi udara!
    9. Jangan Masukkan :Ampas kopi atau teh, Minyak atau yang berminyak, Bahan yang mengeluarkan bau keras, Sabun atau bahan kimia, Tulang atau daging, Buah yang masam (jeruk)sertaGaram atau gula
  • 6.6.5. Pemberian Pakan
    Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai media. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah, antara lain :

    1. Beri makan paling tiga hari sekali.
    2. Dalam Bentuk Potongan Kecil-kecil
      1. Potong kecil-kecil makanannya (ingat­lah bahan-bahan yang dilarang)
      2. Simpan dalam ember tertutup selama 2-3 hari agar terfermentasi
      3. Buatlah lubang pada media dan masukkan makanan dari ember tadi
      4. Tutup lagi dengan media perlahan-lahan (hindari alat yang tajam)
        Catatan: Anda boleh masuk­kan juga batang pisang yang dipotong kecil sebagai makan­an cacingnya
    3. Dalam Bentuk Bubuk atau Bubur
      1. pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender.
      2. bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
      3. pakan ditutup dengan plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus cahaya. pemberian pakan berikutnya, apabila masih tersisa pakan terdahulu, harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi. bubur pakan yang akan diberikan pada cacing tanah mempunyai perbandingan air 1:1.
    4. INGATLAH – Hal-hal yang Harus Diperhatikan :
      1. Kelembaban: Terlalu Basah,Tambahkan kompos dan aduk-aduk, jaga jangan sampai media menjadi padat.
      2. Kelembaban : Terlalu Kering. Jika terlihat kering tambahkan makan­an yangbanyak mengandung air.
      3. Worm Eaters! Tikus semut ayam kadal bebek katak.
  • 6.6.6. Penggantian Media
    Banyak media yang bisa digunakan untuk beternak cacing dan juga harus memiliki syarat-syarat  yang memadai
    Syarat untuk layak menjadi media diantaranya adalah :

    1. Media selalu gembur, tidak mudah padat.
    2. Cacing senang kelembapan (tapi tidak berlebihan), jadi media harus mampu menahan kelembapan (tingkat kelembapan: 50 – 70%) lingkungan.
    3. Media mudah terurai.
    4. Media adalah bahan organik yang telah mengalami pelapukan dan tidak mengeluarkan lagi gas-gas yang berbahaya bagi cacing.
    5. Suhu media berkisar antara 21 – 30 derajat C.
    6. pH media antara 6,5 – 7,2.
  • Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai media antara lain :
    1. kotoran ternak (sapi, kuda, ayam, domba – yang terbaik kotoran sapi karena kandungan protein yang dapat langsung dicernanya terendah)
    2. kompos
    3. serbuk gergaji (jangan serbuk gergaji kayu putih, pinus dan jeruk karena mengandung minyak asiri yang tidak disukai cacing)
    4. rumen (kotoran yang masih terdapat dalam perut binatang ruminansia seperti sapi, bisa didapatkan di rumah-rumah potong)
    5. sekam
    6. jerami
    7. batang pisang
    8. bubur karton/kertas
    9. kulit jagung serta bahan organik berserat lainnya
  • Bahan-bahan ini bisa dipakai sendiri-sendiri atau dikombinasikan, sebagai contoh menggunakan bubur kertas tanpa dicampur apapun, campuran sekam dan kotoran sapi, campuran kotoran sapi dengan kompos dengan hasil yang relatif sama. Jadi kita tidak perlu terpaku pada satu bahan atau campuran tertentu untuk dijadikan media. Di Lembang, misalnya, karena mudah mendapatkan batang pisang dan kotoran sapi maka beberapa peternak cacing menggunakan campuran keduanya sebagai media dan sekaligus makanannya. Kalau Anda dekat dengan pasar atau perkebunan/pabrik teh sampah daun-daunan dapat dimanfaatkan.
    Karena persyaratan di atas, media seperti kotoran hewan, daun-daunan, serbuk gergaji kayu harus terlebih dahulu dibiarkan mengalami fermentasi/ dekomposisi/ pelapukan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan.
    http://www.mail-archive.com/kebunku@indo
    Media yang sudah menjadi tanah/kascing atau yang telah banyak telur (kokon) harus diganti. Supaya cacing cepat berkembang, maka telur, anak dan induk dipisahkan dan ditumbuhkan pada media baru. Rata rata penggantian media dilakukan dalam jangka waktu 2 Minggu.
  • 6.6.7. Hama dan penyakit
    Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain: semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain. Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air cukup.
  • 6.6.8.  Panen
    Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing). Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya. Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal. Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya siap di panen.
  • a. Tepung Cacing
    Dari berbagai penelitian tepung cacing mempyai Asam Amino paling lengkap yang dibutuhkan oleh tubuh. enzim lumbrokinase menormalkan tekanan darah. enzim peroksidase & enzim katalase efektif menyembuhkan penyakit degeneratif seperti, diabetes mellitus, kolesterol, rematik.
    Enzim selulase &lignase membantu memperbaiki pencernaan / gangguan lambung ( maag ) yang rusak. arachinoid acid sebagai penurun suhu tubuh, & mempunyai zat penghambat kuman salmonella typhimuroium, escherichia coli, sthapyiloccus albus bacillus, lesteria monocytogenes, sehingga efektif untuk penyembuhan penyakit typus .
    Tepung cacing berlemak rendah tidak mengandung racun & tdak ada efek samping, bagi penderita diabetes,tepung cacing dapat meningkatkan stamina, memperbaiki sel tubuh, syaraf, pankreas, apabila mengkonsumsi secara rutin gangguan metabolisme tubuh dapat kembali normal.
  • b. Obat dari cacing
    Hasil utama berupa cacing dapat dibuat obat dari cacing. Adapun Cara Membuat Obat dari Cacing adalah sebagai berikut :
    Bahan : 1 kg cacing segar (bisa digunakan untuk membuat sekitar 2000 kapsul)
    Cara membuatnya :

    1. Cacing yang masih segar di cuci pada air yang mengalir
    2. Kemudian dicelupkan ke dalam air hangat, agar cacing mati
    3. Lakukan pengeringan cacing, bisa di jempur panas matahari ataupun digongseng di atas wajan
    4. Hancurkan cacing yang telah kering sehingga menjadi serbuk dengan mesin penggiling (misalnya blender)
    5. Masukan serbuk cacing pada alat pengisi kapsul atau isi kapsul yang sudah ada secara manual
    6. Lanjutkan proses dengan memasukan kapsul ke dalam botol dan tak lupa masukkan slica gel ke dalamnya agar tetap kering dan tidak lembab
    7. Tutup botol rapat-rapat dan kemas dengan kotak kemasan berlabel
    8. Obat alami dari cacing pun siap dipasarkan.
  • Cara Pemakaiannya :
    1. Untuk demam tinggi pada tipus, sebaiknya berikan 2 kapsul setiap 4 jam sekali. Barulah setelah demam turun diberikan dosis normal, misalnya 3 kali sehari @ 1 kapsul.
    2. Bagi orang sehat bisa saja mengkonsumsi obat ini, misalnya 1 kapsul/hari untuk membantu daya tahan tubuh.
    3. Pada luka borok, bisa diberikan dari dalam dan luar. Pemberian dari luar dengan membuka kapasul dan langsung menuangkan serbuk pada luka tersebut. Dijamin kulit yang tekena luka akan cepat mulus kembali.
  • c.Pupuk Organik Kascing atau vermikompos
    Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan karakteristik pupuk anorganik, antara lain kandungan unsur hara yang relatif tinggi dan penggunaan yang relatif praktis, meskipun sebenarnya petani menyadari harga pupuk anorganik lebih mahal. Kondisi ini semakin terasa dengan semakin naiknya harga sarana produksi pertanian, terutama pupuk organik.
    Namun proses pengomposan secara alami untuk mendapatkan pupuk organik memerlukan waktu yang cukup lama dan dianggap kurang dapat mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat. Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan pupuk organik kini ditemukan beberapa aktivator yang dapat mempercepat proses pengomposan sehingga kontinuitas produksi pupuk organik lebih terjamin.
    Pupuk kascing atau pupuk bekas cacing ini saat ini menjadi suatu pilihan baru bagi masyarakat apabila ingin mulai belajar memproduksi pupuk sendiri di belakang rumah dan juga solusi untuk mandiri pupuk untuk penggunaan pribadi.
    Berdasarkan hasil penelurusan saya di luar negeri pupuk kascing sudah banyak dibuat di setiap rumah-rumah, mereka memisahkan sampah sampah rumah tangga antara sampah organik dan non organik, yang organik untuk di kompos oleh cacing dengan cara vermikompos. dan yang non organik dibuang agar bisa di daur ulang.secara kandungan pupuk kascing ini sangat bagus untuk mengembalikan kesuburan tanah dan betul-betul 100% organik tidak ada kandungan kimia sedikitpun.
    Kompos cacing tanah atau terkenal dengan Kascing yaitu proses pengomposan juga dapat melibatkan organisme makro seperti cacing tanah. Kerjasama antara cacing tanah dengan mikro organisme memberi dampak proses penguraian yang berjalan dengan baik. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan mikroorganisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut karena bahan-bahan yang akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai lebih dahulu oleh cacing. Dengan demikian, kerja mikroorganisme lebih efektif dan lebih cepat.
    Hasil dari proses vermikomposting ini berupa kascing. Ada juga orang mengatakan bahwa cascing merupakan kotoran cacing yang dapat berguna untuk pupuk. Cascing ini mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organik yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan cascing tergantung pada bahan organik dan jenis cacingnya. Namun umumnya cascing mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor, mineral, vitamin. Karena mengandung unsur hara yang lengkap, apalagi nilai C/N nya kurang dari 20 maka cascing dapat digunakan sebagai pupuk.
  • Cara Pembuatan
    Ada dua cara pembuatan cascing.
    1. Cara pertama,
    Dalam cara ini perlu dipersiapkan mengenai cacingnya, bahan yang dikomposkan, dan lokasi pengomposan. Setelah semuanya disiapkan, tinggal proses pengomposan.
    Sedangkan langkah-langkah pengomposannya adalah sebagai berikut :

    • a. Pengadaan cacing tanah
      Jumlah cacing yang diperlukan belum ada patokan. Ada yang menggunakan pedoman bahwa setiap meter persegi dengan ketebalan media 5-10 cm dibutuhkan sekitar 2000 ekor cacing atau luas 0,1 m2 dibituhkan 100 gram cacing tanah. Perlu diketahui bahwa dalam satu hari cacing tanah akan memakan makanan seberat tubuhnya, misalnya bobot cacing 1 gram maka dalam satu hari cacing akan memakan 1 gram makanan.
    • b. Bahan
      Bahan yang digunakan berupa anorganik (limbah organik), seperti sisa sayursayuran, dedaunan atau kotoran hewan. Dengan demikian proses pengomposan cara ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu dapat mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik dan menghasilkan pupuk organik dan menghasilkan cacing yang menjadi sumber protein hewani bila digunakan sebagai pakan ternak. Bahan organik ini tidak dapat langsung digunakan atau diberikan kepada cacing, tetapi harus dikomposkan atau difermentasikan. Caranya yaitu dibiarkan sekitar 1 minggu. Selain bahan organik yang diberikan pada awal sebagai media, diperlukan juga makanan tambahan untuk menghindari makanan yang asam karena berbahaya bagi cacing. Makanan tambahan ini dapat berupa kotoran hewan atau sisa tanaman yang telah dihaluskan.
    • c.Wadah
      Wadah yang digunakan untuk budidaya cacing maupun pembuatan casting dapat berupa kayu, plastik, atau hanya berupa lubang-lubang dalam tanah. Perlu diperhatikan, wadah tersebut tidak terbuat dari logam atau alumunium yang dapat membahayakan cacing. Beberapa bahan serta ukuran yang biasa dibuat untuk wadah pembudidayaan cacing yaitu: kotak kayu berukuran 60 x 45 x 15 cm3, lubang tanah berukuran 8 x 0,2 m3, drum berdiameter 100 cm, tinggi 45 cm.
    • d. Proses Pengomposan
      • Limbah organik seperti sampah daun atau sayuran ditumpuk dan dibiarkan agar gas yang dihasilkan hilang. Tumpukan itu disiram air setiap hari dan dibalik minimal 3 hari sekali. Proses ini dilakukan sekitar 1 minggu.
      • Setelah sampah tidak panas (suhu normal), tempatkan di wadah yang telah disediakan. Akan lebih baik bila dicampur dengan kotoran hewan yang tidak baru dan tidak kadaluwarsa. Pencampuran kotoran hewan ini dimaksudkan untuk menambah unsur hara bagi pupuk yang dihasilkan. Setiap hari ditambahkan makanan tambahan berupa kotoran hewan yang telah diencerkan seberat cacing yang dipelihara, misalnya cacing 1 gram maka makanan tambahan yang ditambahkan juga 1 gram.
      • Proses pengomposan ini diakhiri setelah bahan menjadi remah dan terdapat butir-butir kecil lonjong yang sebenarnya merupakan kotoran cacing. Hasil kompos ini juga tidak berbau.
      • Setelah cacing jadi, cacing dipisahkan dari casting secara manual yaitu dengan bantuan tangan. Hasil casting dikering anginkan sebelum dikemas. Cascing dari proses ini ternyata mengandung komponen biologis dan khemis. Komponen biologis yang terkandung yaitu bakteri, actinonmycetes, jamur, dan zat pengatur tumbuh (giberelin, sitokini dan auksin). Adapun komponen kimianya yaitu pH 6,5 – 7,4, nitrogen 1,1 – 4%, fosfor 0,3 – 3,5%, kalium 0,2 – 2,1%, belerang 0,24 – 0,63%, mangnesium 0,3 – 0,6%, dan besi 0,4 – 1,6%.
  • 2. Cara kedua
    Cara ini dilakukan dengan cara: cacing yang berperan dalam proses ini sangat spesifik karena hanya menguraikan kotoran kerbau dan tidak dapat menguraikan jenis bahan organik lain, seperti kotoran sapi, kambing, jerami, sayuran maupun dedaunan. Apabila berada dalam bahan organik selain kotoran kerbau, cacing jenis ini akan mati. Jenis cacing yang berasal dari taiwan ini belum diketahui sifat pastinya yang jelas, cacing ini mempunyai ukuran yang relatif kecil dibandingkan jenis cacing pada umumnya, rata-rata sepanjang korek api, tubuhnya berwarna merah.
    Karena cacing ini hanya menguraikan kotoran kerbau, maka bahan utama untuk cascing ini adalah kotoran kerbau. Kotoran yang baik untuk dikomposkan kira-kira telah dibiarkan seminggu. Apabila kurang dari seminggu, kotoran terlalu lembab. Namun apa bila terlalu lama maka kotoran terlalu kering (kelembabannya kurang).
    Tempat pengomposan sebaiknya beralas semen dan ternaungi dari sinar matahari maupun air hujan. Ingat cacing tidak tahan sinar matahari langsung.
  • Tahap-tahap pengomposan sebagai berikut:
    1. Cacing (biasanya dengan medianya) dicampur dan diletakkan diantara kotoran kerbau. Kotoran yang telah berisi cacing diletakkan dibentuk seperti bedengan dengan lebar 60 cm, tinggi kurang lebih 15 dan panjang tergantung bahan dan lokasi. Apabila kotoran ini terlalu kering karena telah lama dibiarkan (lebih dari seminggu), sebaiknya kotoran ditutup dengan karung goni untuk menjaga kelembaban.
    2. Setelah 2-3 minggu, bedengan kotoran tersebut agak diratakan sehingga permukaan menjadi lebar kurang lebih 1 m. Perlakuan ini untuk meratakan cacing juga.
    3. Setelah 2-3 minggu, bedengan dikumpulkan lagi seperti nomor 2. Pada saat ini kotoran tidak menggumpal lagi, sebagian besar telah berubah menjadi gembur (remah). Pada tahap ini, disisi kiri dan kanan bedengan diberi tumpukan kotoran kerbau lagi. Hal ini dilakukan karena cacing yang telah selesai memakan kotoran yang pertama akan mencari makanan yang baru yaitu kotoran yang baru diletakkan. Proses ini diperkirakan berlangsung selama 1 minggu.
    4. Kotoran dalam bedengan 1 akan bertambah gembur, remah, lebih kering, dan tidak berbau tidak ada yang menggumpal. Kotoran kerbau yang telah menjadi casting ini disaring dengan saringan pasir sehingga diperoleh hasil cascing yang halus. Sisa dari penyaringan, berupa tanah atau jerami yang tidak tersaring sebaiknya dibuang atau disisihkan.
    5. Pada tahap ini kemungkinan masih ada cascing yang lolos dari saringan sehingga perlu dikeluarkan. Caranya yaitu dengan meletakkan kotoran kerbau yang masih bongkahan disisi atau disekitar gundukan. Tunggu sekitar 1 minggu. Dalam waktu tersebut diharapkan cacing akan keluar dari gundukan casting dan berpindah ke kotoran kerbau yang baru.
    6. Cascing yang telah disaring dapat disaring lagi agar hasil yang diperoleh lebih bagus. Adapun kotoran yang telah berisi casting dipisahkan untuk diproses menjadi casting seperti no.2. Casting yang telah jadi dikemas dengan plastik. Dari hasil laboratorium, casting yang dihasilkan dari kotoran kerbau mempunyai kandungan sebagai berikut: Kadar lengas (%) 2mm : 10,286, Kadar lengas (%) 0,5 mm : 10,1, C (%) : 39,532, BO (%) : 68,158, N total (%) : 1,182, P total (ppm P) : 456,748, K total (%) : 1,504, Ca total (%) : 0,208, Mg total (%) : 0,048, Zn (ppm) : 174,032, Cu (ppm) : tak tersidik, Mn (ppm) : 1610,676, Fe (%) : 1,174, Humat (%) : 0,952, Fulfat (%) : 0,626. Sumber bacaan: Membuat Kompos Secara Kilat oleh Yovita Hety Indriani Warsana, SP.M.Si Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 4 Februari 2009.
  • 6.7.  ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
    Komponen analisis budidaya cacing tanah di Bandung (Jawa Barat) adalah sebagai berikut:
  • 1. Modal tetap
    Sewa tanah seluas 200 m 2 /tahun
    Kandang pelindung:bahan bambu & atap rumbia
    Kandang ternak uk 1,5X18 m 2 , Tg 50 Cm :11 bh
    Media :
    ∞ Bahan media 6 Ton,
    ∞ Plastik 200 m,
    ∞ Pelepah Pisang
    Jumlah Modal Tetap
  • 2. Biaya Penyusutan
    Tanah
    Kandang Pelindung
    Kandang Ternak
    Media
    Bahan Media
    Plastik
    Pelepah Pisang
    Jumlah Biaya Penyusutan                                                              
  • 3. Modal Kerja
    Bibit sebanyak 40 Kg
    Pakan dalam bentuk limbah sayur(petsai, Mentimun) 5 Ton
    Tenaga Kerja 4 orang
    Jumlah
  • 4. Jumlah modal yang dibutuhkan :
    Modal tetap
    Modal kerja
    Total Modal
  • 5. Produksi/4 bulan
    Selama 4 bulan 1600 Kg
  • 6. Biaya produksi/4 bulan
    Biaya penyusutan
    Modal kerja
    Jumlah Biaya produksi/4 bulan
  • 7. Keuntungan/4 bulan
    Produksi/4 bulan
    Biaya produksi/4 bulan
    Jumlah Selisih Produksi – Biaya Produksi
  • 8. Break Even Point
    Keuntungan/4 bulan
    Biaya Produksi/4 bulan
    Jumlah selisih
    Keuntungan selama 4 bulan
    Untung bersih Produksi
    BEP = Biaya Tetap [ 1 – (Biaya Penyusutan : Keuntungan)]
    Artinya tingkat hasil penjualan sebesar ………………/ 4 bulan
  • 9. Tingkat Pengembalian Modal
    Modal Kembali =[Jumlah Modal Yang Diperlukan/(keuntungan + penyusutan)] * 1bulan = …… bulan dalam 1 kali Produksi. Jadi tempo yang diperlukan untuk menutupi kembali Investasi adalah dalam 1 kali panen atau ………… bulan.
  • 6.8. Gambaran Peluang Agribisnis
    Cacing tanah merupakan komoditi ekspor yang belakangan ini mendapat respon yang besar dari para petani ataupun pengusaha. Hal ini disebabkan karena besarnya permintaan pasar internasional dan masih kurangnya produksi cacing tanah. Budidaya cacing tanah dapat memberikan hasil yang besar dengan penanganan yang baik.
  • 6.9. DAFTAR PUSTAKA
    1. Asep, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum’ at, 2 Juli 1999).
    2. Budiarti, Asiani, Palungkun, Roni, Cacing Tanah (Jakarta : Penebar Swadaya, 1992).
    3. Endang, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum’ at, 8 Juli 1999).
    4. Hamzah, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum’ at, 8 Juli 1999).
    5. Hud, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum’ at, 8 Juli 1999).
    6. Rudi, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum’ at, 2 Juli 1999).
    7. Sayuti, Fahri, Pedoman Praktis Budidaya Cacing Tanah (Bandung : Pusat Latihan Dan Pengembangan, 1999).
    8. Syaeful, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum’ at, 8 Juli 1999).
    9. Waluyo,Neno, Wawancara dengan Mahasiswa Peternak Cacing Tanah (Bogor : Kamis, 24 Juni l999).
    10. Sumber lain dari internet.
Pos ini dipublikasikan di Materi Kuliah dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar